Tidak menutup kemungkinan prakfik seperti itu masih terjadi di tahun 2023. Dikarenakan target tersebut masih diduga masih berkecimpung dalam kegiatan persepakbolaan Indonesia sampai saat ini,” ujar Asep.
Dalam laporan yang sama, Asep juga mengungkapkan adanya indikasi bahwa wasit terlibat dalam praktik manipulasi pertandingan Liga 2 pada bulan November 2018.
Setelah menerima laporan tersebut, Satgas Anti-Mafia Bola segera mengambil tindakan dengan mendaftarkan laporan polisi bernomor LP/A/15/IX/2023/SPKT.
Selanjutnya, Satgas Anti-Mafia Bola Polri melakukan pemeriksaan terhadap 15 saksi yang berasal dari berbagai pihak, termasuk klub, wasit yang terlibat dalam pertandingan, pengawas pertandingan, staf hotel, panitia penyelenggara pertandingan, dan Komdis PSSI. Selain itu, penyidik juga meminta keterangan dari enam ahli dalam bidang pidana.
Dari hasil rangkaian investigasi ini, Asep mengungkapkan bahwa pihak klub terlibat dalam modus operandi untuk mempengaruhi wasit demi memenangkan pertandingan salah satu klub dengan iming-iming uang.
“Pihak klub memberikan uang sebesar Rp100 juta ke para wasit di hotel tempat menginap dengan maksud agar klub X menang melawan klub Y. Menurut keterangan klub mereka sudah mengeluarkan uang kurang lebih sekitar Rp1 miliar untuk melobi wasit di sejumlah pertandingan. Klub yang diduga terlibat masih aktif dalam pertandingan liga 1. Akan tetapi hal tersebut masih akan kami telusuri dan dalami,” papar Asep.
Untuk tindakan mereka, tersangka K dan A dijerat dengan Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap bersamaan dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1. Mereka berisiko dikenai hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar Rp15 juta.
Sementara itu, tersangka R, T, R, dan A dianggap melanggar Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap bersamaan dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1. Mereka juga berisiko mendapat hukuman penjara maksimal tiga tahun dan denda sebesar Rp15 juta.