Diduga, ZR Sudah Sebarkan Suap Rp4 Triliun ke Oknum Hakim

Ferry Edyanto | Sabtu, 26 Oktober 2024 - 14:35 WIB
Diduga, ZR Sudah Sebarkan Suap Rp4 Triliun ke Oknum Hakim
Barang bukti uang sitaan praktik makelar kasus (markus) dari ZR. Foto: (Istimewa/Meganews.id).
 
 
MEGANEWS.ID - Kejaksaan Agung pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Kamis (24/10/2024) lalu, membongkar praktik makelar kasus (markus) terbesar di dunia peradilan Indonesia yang dilakukan seorang eks pejabat Mahkamah Agung (MA) selama 12 tahun. Barang buktinya sekitar satu triliun rupiah diduga bagian penghasilannya. Diperkirakan setidaknya uang suap Rp4 triliun sudah disebarkan ZR ke penerima.
 
Gebrakan Jampidsus Febrie Ardiansyah membongkar skandal markus ini sebenarnya sangat patut diacungi jempol. Mengapa? Sebab, gebrakan tersebut memberikan bukti yang tidak terbantahkan, betapa dunia pengadilan kita sudah benar-benar bobrok sekali.
 
Bayangkan, berdasarkan informasi yang diperoleh awak medis, pengakuan eks pejabat MA berinisial ZR tersebut dalam ‘mengurus’ perkara sungguh luar biasa. Kadang ia dapat mengantongi uang sekitar Rp1 miliar dan kadang mendapatkan fulus sekitar Rp2,5 miliar.
 
Untuk ‘mengurus’ kasasi perkara Gregorius Ronald Tanur, misalnya, ZR mengaku sudah dijanjikan pengacara LR ‘upah’ sebesar Rp1 miliar. Jasa ZR diperlukan, karena LR sudah berhasil ‘membeli’ putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan membebaskan Ronald Tanur dari dakwaan pembunuhan berencana.
 
Upaya ‘membeli’ hakim agung dengan nilai Rp5 miliar, sebagaimana kesepakatan LR dan ZR untuk menjaga kepentingan Ronald Tanur, memang konsekuensi dari vonis bebas PN Surabya. Pasalnya, jaksa menolak vonis bebas, hingga sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus mengajukan kasasi ke MA.
 
Pemberian suap kepada para hakim agung yang memeriksa perkara kasasi Ronald Tanur mungkin belum terlaksana sempurna. Pasalnya, tiga hakim PN Surabaya yaitu Erintua Damanik dkk dan pengacara Lisa Rahmat (LR) sudah ditangkap jaksa hari Rabu 23 Oktober 2024 lalu. Dari para tersangka tersebut, ditemukan juga sebungkus uang tunai yang bila dikurskan sekitar Rp5 miliar dengan kode tulisan untuk ‘pengurusan’ kasasi.
 
Dalam konstruksi hukum, meski delik suap pengurusan perkara kasasi Ronald Tanur belum sempurna, namun permufakatan jahat sudah terjadi. setidaknya begitu disampaikan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar kepada awak media, Jumat malam 25 Oktober 2024 lalu. Ini berarti penerapan pasal 15 UU Anti Tipikor kepada ZR sudah memenuhi syarat.
 
Itu baru untuk ‘pengurusan’ perkara kasasi Ronald Tanur. Lalu bagaimana barang bukti uang tunai sekitar Rp1 triliun milik ZR yang disita jaksa. Dari informasi yang disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar pada Jumat malam 25 Oktober 2024 lalu, terungkap uang tunai itu sebagian besar berasal dari ‘pengurusan perkara’ yang dilakukan ZR sejak 2012 silam. Sebagian kecil berasal dari bisnis hotel yang digelutinya setelah pensiun tiga tahun lalu.
 
Tanpa bermaksud melanggar asas praduga tak bersalah, pengakuan ZR ini bisa dibalik. Semua uang tunai dan 51 kilogram emas batangan Antam yang disita jaksa hanya bagian dari ‘penghasilannya’ sebagai markus perkara selama 12 tahun yang belum sempat dicuci atau diputihkan ZR.
 
Mengapa? Berdasarkan informasi yang diperoleh awak media, bisa jadi modal yang digunakan ZR untuk membangun hotel dan bisnis bersih lainnya berasal dari brankas yang sama sebelumnya. Pendeknya, uang ZR yang disita jaksa adalah uang kejahatan yang belum sempat ‘dicuci’ oleh pelaku dan hasil dari pencucian uang.
 
Dari informasi itu juga, selain mengurus perkara pidana di MA, ZR juga mengaku ‘mengurus’ perkara perdata. Untuk satu perkara perdata yang diurusnya, ia kadang mengantongi sisa uang Rp2,5 miliar setelah suap dibagi kepada majelis hakim yang memutus perkara.
 
Berdasarkan pengakuan tersebut, setidaknya ZR mendapatkan upah sekitar 20 persen dari total suap setiap perkara. 80 persen sisanya mengalir ke oknum-oknum hakim dan pihak terkait lainnya. Jika bukti uang tunai Rp1 triliun setidaknya total upahnya sebagai markus selama 12 tahun, logikanya minimal Rp4 triliun telah disebar ZR kepada para oknum hakim selama 12 tahun ini dalam perkiraan ratusan perkara yang diurusnya.
 
Dari logika diatas, saat ini muncul pertanyaan, siapa saja oknum-oknum hakim yang selama ini menikmati uang suap lebih dari empat triliun rupiah tersebut. Apakah kejahatan yang meruntuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan akan didiamkan saja atau akan diungkap seterang-terangnya?
 
Apapun pilihan yang akan dilakukan jaksa, dipastikan memiliki konsekuensinya sendiri. Tidak mengejar tanggung jawab hukum semua penerima suap, kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan tentu tak akan pulih. Bila diusut semuanya, rasa keadilan masyarakat terwujud dan kepercayaan publik pulih. Namun Jampidsus dan jajarannya harus bekerja super keras karena mungkin harus menangani ratusan perkara terkait ZR saja.
 
Kita tunggu pilihan jaksa.
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa