Penetapan Tersangka Dibatalkan Prapid, Bareskrim: Pemanggilan Kembali Sah Secara Hukum

Ferry Edyanto | Rabu, 14 Desember 2022 - 20:49 WIB
Penetapan Tersangka Dibatalkan Prapid, Bareskrim: Pemanggilan Kembali Sah Secara Hukum
Markas Kepolisian Negara Republik Indonesia. (Istimewa/Meganews.id).

 

MEGANEWS.ID - Wakil Direktur Tindak Pidana Umum (Wadirtipidum) Bareskrim Polri Kombes Dicky Patria Negara menyatakan pemanggilan kembali saksi walau penetapan status tersangka sudah dibatalkan praperadilan tetap sah dan bisa dilakukan secara hukum.

"Karena yang dibatalkan (putusan praperadilan) hanya surat penetapan (status) tersangka saja, bukan menghentikan penyidikannya," ujar Dcky Patria menjawab wartawan, Rabu (14/12/2022).

Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dituding telah mengangkangi putusan praperadilan dalam kasus tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat yang dimenangkan terlapor I dan P. 

Penyidik Bareskrim Polri dituding tidak profesional karena tetap melanjutkan kasus meski terlapor telah memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

"Indikasi adanya ketidakprofesionalan oleh oknum aparat penegak hukum tersebut terjadi dalam proses penyidikan klien kami dalam statusnya sebagai terlapor, dimana status tersangka klien kami telah dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum oleh putusan praperadilan, namun ternyata penyidik masih saja melanjutkan penyidikannya," kata kuasa hukum terlapor, Amsal, saat dikonfirmasi, Selasa (13/12/2022).

Amsal menuturkan, pada 12 Juli 2021 kliennya dilaporkan oleh pihak pelapor SS terkait tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat dan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dittipidum Bareskrim Polri pada 24 Maret 2022. Terlapor mengajukan gugatan praperadilan di Kepaniteraan PN Jaksel pada 18 April 2022, dan telah keluar putusan praperadilan dengan nomor: 27/Pid.Prap/2022/PN.Jkt.Sel pada 31 Mei 2022.

"Dengan amar putusan bahwa status tersangka klien kami dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum," tutur Amsal.

Meski putusan praperadilan telah keluar, kata Amsal, aparat penegak hukum tersebut masih tetap mengirimkan surat panggilan kepada saksi untuk perkara yang sama pada 9 November 2022. Menurut dia, tindakan penyidik janggal dan berbahaya bagi masa depan penegakan hukum di Indonesia.

Dia mengatakan surat panggilan saksi tersebut didasari Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/137.2a/I/2022/Dittipidum, tertanggal 19 Januari 2022 yang tidak jelas dasar penyidikannya. Sebab, selama ini Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/138.2a/I/2022/Dittipidum tanggal 18 Januari 2022 telah dibatalkan oleh putusan praperadilan Nomor 27/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel, tanggal 31 Mei 2022.

Amsal menemukan surat panggilan saksi-saksi juga didasari Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) lama dan Sprindik baru, dengan nomor dan tanggal yang berbeda pascaputusan praperadilan tanggal 31 Mei 2022. Dia menduga penyidik terlalu memaksakan kehendak dan tendensius dalam menersangkakan kliennya.

"Dan patut diduga Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri tidak melaksanakan rekomendasi gelar perkara di Biro Wassidik Bareskim Polri tertanggal 26 April 2022 dan tidak melaksanakan putusan prapid tertanggal 31 Mei 2022, ini ada apa?" kata Amsal.

Amsal mengatakan Biro Pengawas Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri melakukan gelar perkara khusus pada 26 April 2022 atas laporan polisi nomor:
LP/B/409/VII/2021/SPKT/Bareskrim, tertanggal 12 Juli 2021. Hasil gelar perkara khusus bahwa penyidik terlalu dini menetapkan terlapor sebagai tersangka. Sebab, belum ada perbuatan pidana atau mensrea penggunaan surat perjanjian kesepakatan bersama, yang diduga palsu.

Pakar hukum pidana dari Universitas Gajah Mada, Marcus Priyo Gunarto menilai kepolisian seharusnya tidak bisa lagi meneruskan penyidikan, bila putusan praperadilan menetapkan bahwa status tersangka seseorang telah batal, tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Apalagi, tidak ditemukan novum atau bukti-bukti baru.

"Kalau kepolisian melanjutkan penyidikan perkara yang putusan praperadilannya sudah keluar dan menghasilkan status tersangka seseorang batal, maka itu bisa disebut abuse of power. Hal semacam itu bisa dilaporkan ke Wassidik atau ke Propam," kata Marcus saat dikonfirmasi terpisah.

Terkait adanya upaya penyidik melakukan pemanggilan saksi padahal penetapan status tersangka sudah dibatalkan praperadilan, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidim) Bareskrim Polri, Kombes Dicky Patria Negara yang dihubungi awak media, menyatakan bahwa pemanggilan kembali tetap sah dan bisa dilakukan secara hukum.

Dicky Patria beralasan yang dibatalkan hanyalah soal legalitas administratifnya, yakni penetapan tersangka, bukan soal perkaranya. "Karena yang dibatalkan hanya surat penetapan (status) tersangka saja, bukan menghentikan penyidikannya," ujar Dcky Patria menjawab wartawan, Rabu (14/12/2022). 

 

Kronologis Masalah

Pelapor SS melaporkan kasus dugaan penipuan dan pemalsuan surat ini pada 12 Juli 2021. Surat yang dimaksud adalah surat kesepakatan bersama atau perdamaian antara pelapor dan terlapor, yakni Direktur PT Triforma, Komisaris Utama PT Triforma, dan Direktur Utama PT Aditya Guna Persada yang dibuat pada 6 Desember 2018.

Dalam surat kesepakatan perdamaian tersebut disepakati bahwa utang terlapor kepada pelapor sebesar Rp415 miliar yang akan dibayarkan oleh PT Triforma. Uang itu dari dana salah transfer yang dilakukan oleh terlapor selaku Direktur Utama PT IMRI yang telah ditransfer sebelumnya ke PT Triforma sebesar Rp431 miliar.

Sebagai informasi, PT IMRI adalah perusahaan yang didirikan oleh terlapor pada 17 Juli 2017. Sedangkan, PT Triforma adalah perusahaan yang didirikan oleh pihak pelapor dengan salah satu terlapor pada 6 Maret 2017. I dan P yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini adalah pihak PT IMRI. Namun, telah dibatalkan oleh hakim PN Jaksel. 

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa