Oleh ahli hukum: Heytman Jansen P.S., S.H., M.H., CLI., CLA., CCD., CLI
KEPASTIAN Hukum putusan inkracht van gewijsde Kepastian hukum putusan inkracht van gewijsde berarti putusan pengadilan tersebut telah final, mengikat, dan wajib dijalankan, karena tidak ada lagi upaya hukum (seperti banding atau kasasi) yang dapat diajukan atau upaya hukum tersebut telah habis dalam batas waktu yang ditentukan.
Keputusan inkracht memastikan bahwa suatu perkara tidak dapat diajukan kembali untuk kedua kalinya karena berlaku asas ne bis in idem (tidak ada suatu perkara pidana atau perdata yang sama untuk orang yang sama dapat diadili dua kali).
Kepastian hukum atas sebuah putusan pengadilan yang telah inkracht van gewijsde, mememberikan konsekuensi kekuatan hukum yang bersifat;
● Menjamin kepastian hukum. Memberikan kepastian bagi para pihak bahwa suatu masalah telah memiliki penyelesaian yang definitif dan tidak akan diperdebatkan lagi. Putusan tersebut bersifat final yang berarti tidak bisa diubah lagi.
● Dasar pelaksanaan putusan. Putusan yang telah inkracht menjadi dasar bagi pengadilan untuk melaksanakan eksekusi, seperti menyita aset atau menyuruh seseorang melakukan suatu hal. Dimana pihak yang dibebani kewajiban dalam putusan tersebut wajib melaksanakan putusan.
● Mencegah pengulangan perkara (ne bis in idem). Mencegah seseorang untuk kembali menggugat atau mempermasalahkan perkara yang sama yang telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Terhadap objek dan pihak yang sama, gugatan baru tidak bisa diajukan lagi karena sudah ada putusan yang berkekutan hukum tetap. Sehingga Aspek Kepastian Hukum atas putusan yang telah inkracht yaitu:
● Menjamin Keadilan
● Mencegah perselisihan Berulang
● Menjamin
Pelaksanaan Putusan Ne Bis In Idem
Ne bis In Idem adalah istilah yang sering kita diktumkan dalam hukum yang digunakan dalam praktik hukum pada beracara dan telah menjadi prinsip penting. Istilah ne bis in idem berasal dari kata bahasa Latin, yaitu nemo debet bis vexari pro una et eadem causa, yang jika diartikan secara bebas mempunyai makna; tidak seorang pun yang dapat dipersalahkan dua kali terkait hal yang sama.
Menurut penafsiran M. Yahya Harahap, prinsip ini tercermin pada Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bunyinya, “Kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan. Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula”.
Dalam ketentuan hukum perdata menurut M. Yahya Harahap, pasal tersebut dimaknai bahwa apabila pengadilan memutus perkara dengan putusan positif-baik menolak maupun mengabulkan gugatan-dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, maka berlaku prinsip ne bis in idem. Artinya, perkara dengan kasus dan para pihak yang sama tidak dapat diajukan kembali ke pengadilan.
Di dalam penerapan ketentuan azas tersebut telah banyak yurisprudensi yang berkaitan dengan prinsip ne bis in idem di antaranya; Putusan MA Nomor 1456 K/Sip/1967, tanggal 6 Desember 1969, yang kaidah hukumnya menyatakan “Hakikat dari asas hukum ne bis in idem adalah bahwa baik para pihak yang berperkara (subjek) maupun barang yang disengketakan (objek) dalam gugatan perdata tersebut adalah sama.”
Putusan MA Nomor 123 K/Sip/1968, tanggal 23 April 1969 yang menyatakan “Meskipun posita gugatan tidak sama dengan gugatan terdahulu, namun karena memiliki kesamaan dalam subjek dan objeknya serta status hukum tanah telah ditetapkan oleh putusan terdahulu yang sudah in kracht, maka terhadap perkara yang demikian ini dapat diterapkan asas hukum ne bis in idem.”
Kemudian perluasannya dalam Putusan MA Nomor 547 K/Sip/1973, tanggal 13 April 1976, yang menerangkan ne bis in idem, “tidak hanya ditentukan oleh kesamaan pihaknya saja, melainkan juga kesamaan objeknya”.
Putusan MA Nomor 1226 K/Pdt/2001, 20 Mei 2002, kaidahnya meski kedudukan subjeknya berbeda, tetapi objeknya sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan ne bis in idem.
(Istimewa/Meganews.id).
Pada Putusan MA Nomor 1146 K/Sip/1982, tanggal 10 Maret 1983, kaidahnya jika hakikat sasaran suatu gugatan sama, dan pihak-pihaknya sama dan telah diputus sebelumnya, maka berlaku padanya prinsip ne bis in idem.
Selanjutnya dalam Putusan MA Nomor 497 K/Sip/1973, tanggal 6 Januari 1976 yang kaidahnya perkara yang telah diperiksa dan diputus, maka gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
Sejalan dengan Putusan MA Nomor 588 K/Sip/1973, tanggal 3 Oktober 1973 yang kaidahnya gugatan yang ne bis in idem itu seharusnya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, bukannya ditolak.
Maka sudah sepatutnya demi menjamin kepastian hukum bahwa penerapan yurisprudensi terkait ne bis in idem dalam berbagai putusan yang diuraikan di atas, akan menjadi pedoman hukum bagi hakim-hakim, dalam memeriksa perkara yang sejenis di masa yang akan datang, sehingga tidak akan terjadi putusan yang melanggar azas ne bis in idem, sebagaimana yang saat ini terjadi di PN Jakarta Utara adanya gugatan perkara yang sama berulang- ulang sehingga melahirkan beberapa putusan dari tingkat pertama sampai dengan kasasi dan peninjauan kembali.
Hal ini menyangkut kesengajaan penggugat yang selayaknya patuh dan taat atas ketentuan hukum, yang dengan sengaja mengajukan gugatan yang sama yang telah berkuatan hukum tetap dan adanya kelemahan sistem dan aturan hukum dalam penegakan azas ne bis in idem. Kenyataan ini terjadi dan berlangsung yaitu dalam perkara-perkara:
● Putusan 647 PK/PDT/ 2016 merupakan putusan yang telah inkracht dan berkekutan hukum tetap dan yang merupakan putusan yang berdasar dari putusan: No. 3009 K/PDT/2013 pada tingkat kasasi, berdasar putusan No. 466/PDT/2012/PT. DKI pada tingkat banding dan bedasar putusan No. 307/BTH/2011/ PN.Jkt.Utr pada tingkat gugatan. Dimana pada putusan ini telah diajukan dan dikeluarkan penerapan eksekusi yaitu PENETAPAN EKSEKUSI No. 27/Eks/2017/ PN. Jkt.Utr tertanggal 18 Desember 2017;
● Putusan 957 PK/ PDT/2021 merupakan putusan yang telah inkracht dan berkekuatan hukum tetap dan yang berupa putusan yang berdasar dari putusan perkara; berdasar putusan No. 54 K/ PDT/2020 pada tingkat kasasi, berdasar putusan No. 795/ PDT/2018/ PT.DKI pada tingkat banding dan berdasar putusan No. 75/ Pdt.G/ 2018/ PN.Jkt.Utr pada tingkat gugatan;
● Putusan 453 PK/ PDT/2025 merupakan putusan yang telah inkracht dan berkekuatan hukum tetap dan yang berupa putusan yang berdasar dari putusan perkara; 2362 K/PDT/2024 pada tingkat kasasi, berdasar putusan No.583/PDT/PT.DKI 2023 dan berdasar putusan No. 569/ Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr pada tingkat gugatan;
● Perkara yang saati ini sedang diajukan Peninjauan Kembali (PK) oleh Penggugat berdasarkan Putusan 4709 K/PDT/2025 pada tingkat kasasi, berdasarakan putusan No.144 /PDT/2024 pada tingkat banding dan berdasarkan putusan No.218 / Pdt.G/2023/ PN.Jkt.Utr pada tingkat gugatan.
● Dan perkara yang saat ini sedang berlangsung sidang secara e-court di PN Jakarta Utara yaitu perkara Nomor 221/Pdt.G/2025
Sistim Hukum dalam praktik penegakan ketentuan ne bis in idem demi kepastian hukum.
Untuk dapat dilaksanakan penegakan hukum terhadap ketentuan azas ne bis in idem, maka sudah selayaknya perlu diatur ketentuan hukum dan dilakukan mekanisme penerepannya dalam;
Pemeriksaan perkara, sudah sepatutnya demi hukum panitera atau pengadilan yang akan memeriksa perkara baru untuk melakukan tindakan melihat dan memeriksa sebuah gugatan apakah ada unsur ne bis in idem, jika ada melakukan tindakan atas gugatan tersebut;
Pengajuan Keberatan, adanya mekanisme yang mengatur secara proses jika ada perkara yang sebelumnya telah diputus dengan putus yang berkekuatan hukum tetap, maka dapat menjadi dasar keberatan terhadap perkara tersebut untuk diterima sebagai gugatan dan tidak akan diberikan nomor perkara;
Keputusan Ketua Pengadilan, jika syarat ne bis in idem terpenuhi, maka ketua pengadilan membuat keputusan berupa penetapan yang mengatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima sebagai gugatan. Maka sudah selayaknya Mahkamah Agung untuk membuat peraturan yang mengatur terhadap sistem penegakan ketentuan azas ne bis in idem dalam praktik demi tercapainya kepastian hukum dan keadilan serta menghindari praktik kepentingan atas hal tersebut.