MEGANEWS.ID - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fredrick Christian menjatuhkan tuntutan masing-masing 9 bulan penjara kepada terdakwa Samuel Purba dan Nurcholis pada persidangan pemalsuan akta otentik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Samuel Purba bersama-sama dengan Nurcholis dengan pidana penjara masing-masing selama 9 bulan," ucap JPU Fredrick dalam pembacaan tuntutannya di persidangan.
Jaksa Penuntut Umum juga meminta kepada majelis hakim agar para terdakwa tetap ditahan dikurangi selama masa penahanan.
JPU Fredrick menyatakan perbuatan kedua terdakwa terbukti dan memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Yakni, "Barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam surat akta otentik mengenai suatu hal yang kebenaranya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain dan memakai akta untuk seolah-olah keterangan sesuai kebenaran, unsur pemakaian dapat menimbulkan kerugian".
JPU menyebut tidak ditemukan adanya pembenar yang dapat membebaskan para terdakwa dari pertanggungjawaban atas perbuatan pidana yang dilakukannya. "Tidak terdapat alasan pemaaf yang menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan pidana yang dilakukan para terdakwa," ucap JPU Fredrick
"Atas kesalahan para terdakwa, maka sepantasnya terhadap para terdakwa dijatuhi hukuman."
Hal yang memberatkan dari perbuatan para terdakwa mengakibatkan saksi Santoso mengalami kerugian sebesar Rp 4,5 miliar. "Adapun hal-hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum, para terdakwa menyesali perbuatannya," ujar Fedrick.
Sebelum menutup jalannya sidang, majelis hakim yang diketuai Abdul Kohar Adeng selanjutnya akan memberikan kesempatan kepada terdakwa dan tim kuasa hukumnya untuk menyampaikan nota pembelaan disidang berikutnya, pekan depan
"Kami berikan kesempatan ini pada Selasa (24/1/2023) pekan depan ya, kepada terdakwa dan tim kuasa hukum," ucap Adeng sambil mengetuk palu sidang.
Ihwal Perkara
Perbuatan pidana dalam kasus ini berawal dari permasalahan sengketa tanah antara saksi korban, Drs. Santosa Brata Djaja dengan saksi Samuel Purba (yang dilakukan penuntutan secara terpisah) yaitu sama-sama mengaku sebagai pembeli yang sah terhadap tanah milik Adat Girik No.C 343, Persil 21 Sill atas nama Miot Binti Miah seluas kurang lebih 30.810 m2 No.385, yang terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Dalam sengketa tersebut dari putusan perdata pada Peradilan Tingkat Pertama, Banding, Kasasi dan PK (peninjauan kembali) semuanya dimenangkan oleh saksi korban Santosa selaku penggugat dan tanah yang terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur adalah secara hukum sah dibeli oleh saksi korban Santosa Brata Djaja.
Karena kalah dalam perkara perdata, kemudian saksi Samuel Purba mengajak saksi korban Santosa untuk berdamai. Selanjutnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan dibuatlah Akta Perjanjian Perdamaian No 4 tanggal 01 September 2008, Akta Pernyataan No.157 tanggal 22 Oktober 2008 dan Akta Adendum No.49 tanggal 06 November 2008 yang dibuat dan ditandatangani di Kantor Notaris Buntario Tigris, SH.
Salah satu klausul dalam Akta Perjanjian tersebut disepakati pihak saksi Samuel wajib memberikan uang kompensasi sebesar Rp 4,5 miliar kepada saksi korban Santosa.
Tetapi beberapa tahun kemudian tanpa seijin dari saksi korban Santosa, pada tanggal 17 April 2012 dengan inisiatif sendiri saksi Samuel mendatangi terdakwa Bonardo Nasution selaku Notaris dan PPAT, yang juga merupakan temannya di City Walk Sudirman, untuk meminta atau menyuruh dibuatkan Akta Otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012.
Akta Otentik tersebut dibuat tanpa sepengetahuan dan tanpa kehadiran dari saksi korban Santosa selaku pihak terkait yang wajib hadir dalam pembuatan Akta Otentik tersebut.
Karena saksi Samuel adalah teman baik terdakwa, maka pada saat itu terdakwa langsung membuat Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 tanpa dilengkapi dokumen-dokumen yang sah, dan tidak sesuai dengan SOP/prosedur yang berlaku dalam pembuatan suatu Akta Otentik.
Terdakwa juga sudah menyadari kalau isi dari Akta otentik yang dibuatnya tersebut tidak benar karena terdakwa tidak pernah sama sekali melakukan cek data, dan memverifikasi dokumen-dokumen atau menanyakan langsung kepada saksi korban Santosa terkait kebenaran dari isi Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 sebagaimana yang diamanatkan atau disyaratkan dalam pasal 16 Ayat (1) huruf m Undang-undang No.2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yakni “kewajiban pembacaan Akta oleh Notaris dihadapan penghadap dan saksi”.
Adapun inti dari isi Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 yang dibuat oleh terdakwa tersebut adalah sebagai berikut:
Bahwa saksi korban Santosa telah menerima uang kompensasi dari saksi Samuel Purba dengan rincian:
1. Rp600 juta pada tanggal 06 November 2008
2. Rp1 miliar pada tanggal 08 Maret 2012 dengan giro Bank BCA No.385826.
3. Rp300 ratus juta telah diterima sebelum Akta ini dibuat.
4. Rp2 miliar dengan cek No.127156 tanggal 1 Mei 2012.
5. Rp600 ratus juta dengan cek No.127157 tanggal 01 Mei 2012
Bahwa ternyata Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 tersebut adalah akal-akalan dari saksi Samuel Purba dengan terdakwa Bonardo Nasution yang mana isinya seolah-olah benar dengan fakta yang sebenarnya.
Padahal kenyataannya sampai saat ini saksi korban Santosa Brata Djaja tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari saksi Samuel Purba sebagaimana yang tertuang dalam Akta Penyelesaian Kewajiban tersebut.
Malahan Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 itu digunakan saksi Samuel Purba sebagai salah satu syarat untuk menjual tanah milik saksi Santosa, Girik No.C 343, Persil 21 SIII atas nama Miot Binti Miah seluas kurang lebih 30.810 m2 No 385, yang terletak di Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Tanah yang semula atas nama PT Bina Kualita Teknik itu dijual oleh saksi Samuel Purba kepada PT. Sumber Daya Nusaphala berdasarkan Akta Jual Beli No 30/2012 tanggal 20 Nopember 2012 dan terakhir dari PT. Sumber Daya Nusaphala telah mengalihkan haknya kepada PT Sayana Integra Properti berdasarkan Akta Jual Beli No 556/2014 tanggal 11 Desember 2014.
Dan, sampai sekarang saksi Santosa Brata Djaja tidak pernah menerima uang ganti rugi/kompensasi sebagaimana yang telah disepakati sebesar Rp 4,5 miliar.