MEGANEWS.ID - Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya. Ungkapan guru besar ilmu hukum Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. JE. Sahetapy, ini sangat relevan untuk menggambarkan perilaku (Drs. Samuel Purba, MBA) PT. Bina Kualita Teknik di masa lalunya.
Satu persatu perbuatan Samuel Purba yang dilakukannya di masa lampau, menyembul ke permukaan dan jadi masalah. Samuel Purba menuai karma perbuatannya.
Keluarga Bratadjaja, pemilik tanah seluas 30.810 M² yang tanahnya dirampas Samuel Purba (PT. Bina Kualita Teknik) dengan cara melawan hukum, bakal memperjuangkan hak atas tanahnya tersebut.
Keadaan makin pelik, karena aset tersebut telah beralih dan dalam penguasaan fisik PT. Sayana Integra Properti, diduga telah dijual Samuel Purba. Lokasinya berada di Jalan Bina Marga, Desa Cipayung, Jakarta Timur.
Kuasa hukum keluarga Bratadjaja, DR. B. Hartono, SE, SE.Ak, SH MH, CA kepada awak media menyebut peralihan kepemilikan tanah kliennya kepada Samuel Purba dilakukan dengan cara-cara melawan hukum.
"Ada proses yang tidak benar dan melawan hukum," ujar DR. B. Hartono, Kamis (14/9/2023) kepada awak media.
Dia menceritakan bahwa, mulanya tanah seluas 30.810 M² dengan bukti kepemilikan Girik C 343 Persil 21 Blok S III atas nama Miot binti Miah di jalan Bina Marga, Desa Cipayung, Jakarta Timur. "Oleh Bratadjaja kemudian dibeli dari ahli waris Miot binti Miah," terang DR. B. Hartono.
Kepemilikan tanah tersebut, diakuinya juga telah diuji melalui Putusan Pengadilan Negeri Nomor 45/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Tim Jo Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 313/PDT/2006/PT.DKI Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 1634 K/Pdt/2008. Dengan begitu, statusnya berkekuatan hukum.
Pengacara DR. B. Hartono. Foto: (Ferry Edyanto/Meganews.id).
Pada tahun yang sama di Agustus 2008, Liman Bratadjaja dan Santoso Bratadjaja ditangkap dan ditahan di Polres Jakarta Timur. Dasarnya atas laporan Maun Bin Senan yang teregister dengan Nomor 1342/K/VIII/2008/RES.JT.
DR. B. Hartono menyebut, penangkapan dan penahanan kliennya didalangi oleh PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba). Pengacara yang dikenal vokal itu memastikan karena disaat yang sama, PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba) menyatakan akan membebaskan Liman Bratadjaja dan Santoso Bratadjaja dari penjara asalkan bersedia berdamai dengan cara tanahnya yang seluas 30.810 M² itu menjadi milik PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba) dengan imbalan kompensasi sebesar Rp4.500.000.000 kepada Liman Bratadjaja dan Santoso Bratadjaja.
Awalnya Liman Bratadjaja dan Santoso Bratadjaja menolak penawaran dari PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba), namun selang beberapa waktu kemudian Liman Bratadjaja mengalami serangan Jantung.
Dengan sangat terpaksa dan demi keselamatan Liman Bratadjaja, tawaran perdamaian dari PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba) pun disetujui, tapi dengan catatan
"Salah satu butir perjanjian perdamaian tersebut bunyinya Liman Bratadjaja dan Santoso Bratadjaja mengakui tanah seluas 30.810 M² adalah milik PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba)," ujar DR. B. Hartono.
Tetapi, perjanjian itu ada yang dirasakan janggal lantaran isinya tidak mencantumkan kewajiban PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba) untuk membayar kompensasi sebesar Rp4.500.000.000. "Padahal seharusnya di dalam perjanjian perdamaian setiap hak dan kewajiban para pihak wajib diatur," jelas DR. B. Hartono.
Apalagi, disebutkannya, perjanjian perdamaian tersebut dibuat dihadapan Notaris. "Pertanyaanya, apakah notaris pembuat perjanjian perdamaian dalam hal ini Notaris Buntario Tigris memihak, atau bekerja sama dengan PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba)?" ujarnya dengan nada tanya.
Setelah waktu berjalan bertahun-tahun, akal busuk Samuel Purba mulai tercium aromanya. Bratadjaja yang menunggu proses kompensasi Rp4.500.000.000 yang dijanjikan oleh PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba) tidak pernah terealisir (diberikan). "Malah, sertifikat atas tanah keluarga Bratadjaja telah terbit sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor 385," beber DR. B. Hartono.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba) membuat Akta Penyelesaian Kewajiban dihadapan Notaris Bonardo Nasution, yang isinya menyatakan bahwa keluarga Bratadjaja telah menerima Rp4.500.000.000 dana kompensasi.
"Padahal faktanya kompensasi tersebut tidak pernah diterima oleh keluarga Bratadjaja, karena tidak pernah menandatangani akta penyelesaian kewajiban yang dibuat akal-akal oleh Samuel Purba dkk," ujarnya.
Dari situ, keluarga Bratadjaja kemudian melaporkan PT. Bina Kualita Teknik (Samuel Purba), Notaris Bonardo Nasution, Nurkholis, SH ke polisi dan kemudian diproses secara hukum.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 669/Pid.B/2022/PN Jkt.Pst Jo, Samuel Purba bersama dengan Nurkholis, SH telah diputus bersalah melakukan tindak pidana memalsukan akta otentik. Selain itu, Notaris Bonardo Nasution juga telah diputus bersalah melakukan tindak pidana memalsukan akta otentik berdasarkan Putusan No.903/K/Pid/2023.
Dalam perjalanan kasus tersebut, lanjut DR. B. Hartono menyebut adanya fakta terbaru, bahwa dasar penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 385 menggunakan Akta Jual Beli Nomor 939.A/Ps Rebo/1991s/d Akta Jual Beli Nomor Nomor 946.A/Ps Rebo/1991 dengan objek tanah milik adat Girik C Nomor 432 Persil Nomor 21 Blok S.III dengan total luas 39.450M2.
Padahal berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 220/JT/1983.G Jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor 385/Pdt/1985/PT.DKI Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/Pdt/1986 (telah Berkekutan Hukum Tetap/Inkracht Van Gewijsde) Girik C Nomor 432 Persil 21 Blok SIII atas nama Djinah binti Djiun hanya seluas 6000 M², bukan seluas 39.450M².
Kejanggalan lainnya mencuat, bahwa berdasarkan Surat Nomor 203/076.24 Pemerintah Kotamadya Jakarta Timur Kecamatan Pasar Rebo, Drs. Husein Murad dengan NIP 470047612, menyatakan, Akte Jual Beli No 939/A/Ps.Rebo/1991 s/d No : 947 /A/Ps.Rebo/1991 tanggal 30 Januari 1991 yang dibuat oleh PPAT Camat Pasar Rebo, tidak ditemukan minutnya dan tidak teregisterasi.
"Kami meyakini banyak kejanggalan dalam Penerbitan SHGB 385 ini. Oleh karenanya, kami akan berjuang untuk membatalkan Sertifikat HGB 385 ke Kantor Pertanahan dengan segala resikonya. Meski secara fisik tanah tersebut telah dikuasai oleh PT. Sayana Integra Property," tegas DR. B. Hartono.