Bareskrim Usut Sindikat Mafia Tanah, Diganjal Ketua Pengadilan Surabaya

FERRY EDYANTO | Rabu, 30 Agustus 2023 - 17:11 WIB
Bareskrim Usut Sindikat Mafia Tanah, Diganjal Ketua Pengadilan Surabaya
Dr. Ir. Albert Kuhon, MS, SH, mewakili korban mafia tanah di Surabaya, Jawa Timur. Foto: (Istimewa/Meganews.id).

 

MEGANEWS.ID - Kinerja Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut sindikat mafia tanah di Surabaya terganjal ulah Ketua Pengadilan Negeri Surbaya, Jawa Timur. Upaya membongkar sindikat mafia tanah Surabaya itu tersendat sejak awal Oktober 2022. Ternyata Ketua Pengadilan Negeri Surabaya tidak bersedia menerbitkan izin khusus penyitaan yang diminta polisi.

Sumber Meganews.id di lingkungan Polri mengungkapkan, pihak Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri terakhir berkirim surat No B/133.3a/VII/RES 1.9/2023/Dittipidum kepada ketua pengadilan akhir Juli 2023. Sampai kini surat itu tidak mendapat tanggapan yang diharapkan.

Setidaknya, pihak Bareskrim Polri sudah tiga kali melayangkan surat permintaan izin khusus penyitaan barang bukti. Namun Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, sampai berita ini diturunkan, belum juga mengizinkan penyitaan barang bukti berupa surat pernyitaan penguasaan tanah secara fisik (sporadik) tertanggal 2 Desember 2016.

Barang bukti tersebut diduga palsu dan digunakan dalam berbagai perkara sengketa tanah dengan Mulya Hadi sebagai penggugat. Diduga, penggunaan surat palsu tersebut menyebabkan Mulya Hadi memenangkan gugatannya di pengadilan, baik di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun di tingkat Mahkamah Agung RI.

 

Kasusnya

Sebetulnya kasus itu sudah cukup lama diadukan, tetapi tersendat karena pengaruh sindikat mafia tanah tersebut. Kejadiannya berlangsung sejak tahun 2016 dan antara lain melibatkan pengacara, pemodal, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, oknum Kantor Pertanahan, hakim dan panitera. 

Ulah sindikat itu mengakibatkan sejumlah warga di Jalan Puncak Permai Surabaya kehilangan tanahnya yang sudah bersertifikat dan mengalami kerugian tidak kecil.

Sejak akhir Maret 2022, pihak Bareskrim Polri melakukan penyelidikan mengenai kegiatan sindikat mafia tanah di Surabaya. Di antaranya, kasus-kasus pemalsuan keterangan dan pemalsuan surat maupun penggunaan dokumen yang dipalsukan oleh komplotan mafia tanah.

“Salah satu anggota sindikat mafia tanah ini tampil seolah-olah sebagai rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa. Padahal dia sering terlibat dalam perkara pertanahan di Jawa Timur,” kata Dr Ir Albert Kuhon, MS, SH di Jakarta yang dihubungi Rabu (30/8/2023) sore. ”Kalau dibongkar tuntas, pasti kelihatan siapa saja pemodal, praktisi hukum dan aparat yang terlibat,” kata Kuhon yakin.

Advokat yang mantan wartawan senior itu mengelak merinci lebih jauh siapa saja yang terlibat dalam sindikat itu. “Biar pihak Bareskrim yang membongkarnya,” katanya singkat.

 

Lahan di Surabaya

Kasus tersebut melibatkan beberapa bidang tanah yang dijual oleh PT Darmo Permai (developer perumahan pertama di Indonesia) kepada konsumennya. Sekitar awal Agustus 1981 pengembang itu membebaskan 90,3 hektar lahan di Surabaya Barat dan mengurus sertifikatnya atas nama PT Darmo Permai dengan objek berupa lahan seluas 903.640 meter persegi.

Hamparan lahan yang dibebaskan PT Darmo Permai tersebut, berada di beberapa kelurahan (sebagian termasuk di Kelurahan Lontar dan Kelurahan Pradahkalikendal), disatukan dalam sertfikat induk yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas nama PT Darmo Permai. Seluruhnya dituangkan dalam sertifikat induk Sertifikat Hak Guna Bangunan no.79/Pradahkalikendal.

Ada pembeli beritikad baik yang mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang merupakan pecahan dari sertifikat induk SHGB No.79/Pradahkalikendal yang semula atas nama PT Darmo Permai. Kebetulan letak atau lokasinya di Kelurahan Lontar.

Pecahan SHGB tersebut diperpanjang pada tahun 2002 dan berganti buku menjadi SHGB yang berlaku sampai tahun 2022, namun tetap menyebutkan seolah-olah lokasinya di ‘Pradahkalikendal’ sebagaimana yang disebutkan pada induk sertifikat. Pada perpanjangan kedua di awal tahun 2022, nama ‘Pradahkalikendal’ pada pecahan SHGB itu diubah oleh pihak BPN Surbaya I menjadi ‘Lontar’ (kata Pradahkalikendal dicoret dan diganti dengan Lontar).

 

Tersendat

Akibat tidak diizinkannya penyitaan barang bukti tersebut oleh pihak pengadilan, sejak gelar perkara akhir September tahun 2022, Bareskrim Polri belum bisa menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam penanganan kasus sindikat mafia tanah Surabaya tersebut.

Penanganan kasus itu berkali-kali tersendat. Diduga ada campur tangan pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam kegiatan mafia tanah itu. Sejatinya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut sindikat mafia tanah di Surabaya sejak akhir Maret 2022. Dalam gelar perkara akhir September 2022 yang dipimpin Brigjen Pol. Yoyon Tony Surya Putra, ditemukan adanya indikasi tindak pidana pembuatan dan penggunaan dokumen yang diduga palsu. “Ditemukan adanya peristiwa dugaan tindak pidana,” demikian isi pemberitahuan pihak Bareskrim Polri kepada Wahyu Widiatmoko SH yang mengadukan kasus itu, “Sehinggga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.”

Kasus mafia tanah itu diadukan melalui LP No LB/B/0146/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 25 Maret 2022. Terlapor Mulya Hadi dkk, diduga sejak tahun 2016 menggunakan keterangan dan dokumen palsu guna mengakali jalannya sejumlah persidangan gugatan tanah.

Akhir September 2022, penyelidikan itu sempat menunjukkan titik terang. Namun ‘intervensi’ berbagai pihak, termasuk kalangan pebisnis dan anggota lembaga perwakilan, mengakibatkan sampai sejauh ini belum ada info tentang penetapan tersangka. Tanpa diketahui sebabnya, mendadak Direktur Tindak Pidana Umum (Tipidum) Brigjen (Pol) Andi Rian dipindahkan menjadi Kapolda Kalimantan Selatan Oktober 2023.

Sumber di lingkungan Bareskrim Polri mengungkapkan, mereka tidak bisa melakukan penyitaan barang bukti tanpa seizin Ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Padahal, barang bukti berupa surat palsu itu beberapa kali digunakan sebagai bukti dalam perkara sengketa tanah yang diadili di Pengadilan Negeri Surabaya.

 

Tetap Optimis

Dr. Ir. Albert Kuhon, MS, SH yang mewakili korban mafia tanah memuji semangat dan kerja keras Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dalam membongkar kasus mafia tanah. “Saya masih yakin polisi mampu membongkar gerombolan mafia tanah tersbut sampai ke akar-akarnya,” katanya sewaktu dihubungi di Jakarta.

Kuhon menjelaskan, kasus sindikat mafia tanah yang ditangani Bareskrim Polri itu antara lain menyangkut lahan milik kliennya yang terletak di Jalan Puncak Permai di Surabaya. Urutan ceritanya berbelit-belit dan melibatkan banyak pihak, termasuk bekas lurah, pemodal, praktisi hukum dan lain-lain.

“Pengaduannya mengenai penggunaan keterangan palsu dan dokumen yang dipalsukan. Yang mengakibatkan pihak yang diduga mafia tanah memenangkan sejumlah perkara di persidangan,” ujar Kuhon Rabu (30/8/2023) sore.

 

Mafia Tanah

Ada kelompok yang diduga mafia tanah yang memanfaatkan pencantuman ‘Pradahkalikendal’ pada pecahan SHGB. Lalu sindikat mafia tanah itu memproses dokumen dan keterangan palsu, kemudian mengajukan gugatan di pengadilan. Pihak mafia tanah itu mempermasalahkan lokasi lahan milik klien Kuhon, yang menurut mereka semestinya di Kelurahan Pradahkalikendal sebagaimana disebutkan dalam pecahan SHGB.

Celakanya, majelis hakim di pengadilan negeri hanya memeriksa dokumen dan tidak menelusuri keabsahan dokumen maupun keterangan yang diajukan oleh pihak yang diduga mafia tanah selaku penggugat. Entah bagaimana proses peradilannya, yang jelas pihak yang diduga mafia tanah itu, tahun 2021 justru memenangkan sejumlah kasus perdatanya di Pengadilan Negeri Surabaya.

 

Korban lainnya

Pihak yang diduga mafia tanah yang sama pada tahun 2021 juga mengajukan gugatan terhadap Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera (CHHS). Yayasan itu sudah memiliki dan menguasai lahan seluas ± 3.150 m persegi selama sekitar 25-30 tahun.

Persidangannya dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Itong Isnaeni Hidayat dan panitera pengganti Hamdan yang belakangan tertangkap basah menerima suap dalam kasus yang lain.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya mengakibatkan pihak yayasan kehilangan haknya dan harus membayar ganti rugi sebesar Rp1 miliar kepada pihak yang diduga sebagai kelompok mafia tanah. Dengan dokumen dan keterangan yang sama, melalui persidangan singkat (13 April-11 Mei 2021), pihak yang diduga mafia tanah itu dinyatakan sebagai pemilik yang sah atas objek sengketa Petok D No. 14345 Persil 186 klas d.II.

Ketika pihak yayasan memenangkan kembali haknya melalui proses peninjauan kembali (PK), ternyata tanah milik yayasan itu sudah dijual oleh Mulya Hadi dkk kepada pihak lain dan urusannya jadi berbelit-belit. Pengungkapan kejahatan terorganisasi kalangan mafia tanah, memang sulit dilakukan.

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa