Berdalih Ada PK, Ketua PN Surabaya tidak Izinkan Polisi Sita Barang Bukti Mafia Tanah

FERRY EDYANTO | Jumat, 01 September 2023 - 14:02 WIB
Berdalih Ada PK, Ketua PN Surabaya tidak Izinkan  Polisi Sita Barang Bukti Mafia Tanah
Humas Pengadilan Negeri Surabaya AA Gede Agung Parnata. Foto: (Istimewa/Meganews.id).

 

MEGANEWS.ID - Ketua Pengadilan Negeri Surabaya tidak bersedia menerbitkan izin khusus penyitaan barang bukti yang berkali-kali diminta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Alasannya, barang bukti dimaksud menjadi bukti surat dalam perkara perdata yang telah disidangkan sejak tahun 2021. 

“Pelapor mengajukan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata tersebut pada Agustus 2023, adapun surat dari Mabes Polri masuk setelah PK,” ujar Humas Pengadilan Negeri Surabaya

AA Gede Agung Parnata SH CN, yang dihubungi dihubungi Meganews.id via WattsApp, Jumat (1/9/2023).

Padahal, sumber Meganews.id di lingkungan Polri mengungkapkan, pihak Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri terakhir berkirim surat Juli 2023. Ini dibuktikan dengan surat No B/133.3a/VII/RES 1.9/2023/Dittipidum kepada ketua pengadilan akhir Juli 2023.  

Tapi Parnata mengatakan surat dari Mabes Polri tersebut diterima setelah permohonan Peninjauan Kembali. ”Jadi pengadilan menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) tersebut untuk mempertimbangkan permohonan sitanya,” kilah Parnata.

Dari penelusuran Meganews.id, sejatinya permohonan PK baru didaftarkan di Pengadilan Negeri Surabaya akhir Agustus 2023. Sehingga, penjelasan bahwa surat dari Bareskrim diterima setelah permohonan PK, sangat patut diragukan.

Parnata mengaku tidak bisa memastikan kapanb putusan Peninjauan Kembali turun dari Mahkamah Agung. “Saya gak tahu kapan turunnya putusan PK,” kata Parnata yang pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Kotawaringin Barat, Kalteng tersebut.

Barang bukti yang diduga palsu tersebut digunakan dalam berbagai perkara sengketa tanah dengan Mulya Hadi sebagai penggugat. Sebagian besar di antara gugatan sengketa pertanahan itu, disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. 

Penggunaan dokumen yang diduga palsu tersebut, menyebabkan Mulya Hadi memenangkan hampir semua gugatannya di pengadilan, baik di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun di tingkat mahkamah agung. Persidangan salah satu gugatan Mulya Hadi di Pengadilan Negeri Surabaya dipimpin oleh Hakim Itong Isnaeni, yang belakangan tertangkap tangan ketika menerima suap dalam perkara lain. Dalam perkara yang dipimpin Hakim Itong tersebut, seluruh Mulya Hadi dikabulkan dan putusannya dibacakan sekitar satu bulan sejak persidangan dimulai.  

Kasus penggunaan dokumen dan keterangan palsu oleh pihak Mulya Hadi dkk diadukan melalui Laporan Polisi nomor LP/B/0146/III/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 25 Maret 2022. Sejak akhir Maret 2022, pihak Bareskrim Polri melakukan penyelidikan mengenai kegiatan sindikat mafia tanah di Surabaya itu. 

Dalam gelar perkara akhir September 2022 yang dipimpin Brigjen (Pol) Yoyon Tony Surya Putra, ditemukan adanya indikasi tindak pidana pembuatan dan penggunaan dokumen yang diduga palsu. “Ditemukan adanya peristiwa dugaan tindak pidana,” demikian isi pemberitahuan pihak Bareskrim Polri kepada Wahyu Widiatmoko SH yang mengadukan kasus itu, “Sehinggga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.”

Upaya membongkar sindikat mafia tanah Surabaya itu tersendat sejak awal Oktober 2022. Polisi berusaha menyita barang bukti berupa dokumen-dokumen yang diduga palsu, yang digunakan sindikat mafia tanah memenangkan beberapa perkaranya di pengadilan. Barang bukti yang dimaksudkan antara lain berupa surat pernyataan penguasaan tanah secara fisik (sporadik) tertanggal 2 Desember 2016, yang mengakibatkan Mulya Hadi memenangkan gugatannya.

Upaya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut sindikat mafia tanah di Surabaya itu terganjal ulah ketua pengadilan setempat. Setidaknya, sampai akhir Juli 2023 pihak Bareskrim Polri sudah tiga kali melayangkan surat permintaan izin khusus penyitaan barang bukti. Sampai awal September 2023 pihak pengadilan masih belum mengizinkan penyitaan barang bukti yang dimaksudkan. 

 

Mafia Tanah

Kasus itu sudah cukup lama diadukan, tetapi tersendat karena adanya pengaruh sindikat mafia tanah. Penggunaan dokumen yang diduga palsu itu berlangsung sejak tahun 2016 dan antara lain melibatkan pengacara, pemodal atau pebisnis, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, oknum Kantor Pertanahan, hakim dan panitera. 

Ulah sindikat itu mengakibatkan sejumlah warga di Jalan Puncak Permai Surabaya kehilangan tanahnya yang sudah bersertifikat dan mengalami kerugian tidak kecil. 

Tokoh yang dijadikan ujung tombak sindikat mafia tanah ini tampil seolah-olah sebagai rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa. Keterangan dan dokumen yang diduga palsu itu, mengakibatkan tokoh itu berkali-kali terlibat dalam perkara sengketa tanah di Pengadilan Negeri Surabaya maupun Pengadilan Negeri Sidoarjo. 

Putusan-putusan pengadilan yang dihasilkan, hampir semuanya memenangkan tokoh yang didukung oleh komplotan mafia tanah tersebut. 

Dokumen-dokumen yang diduga palsu itu, dijadikan barang bukti dalam sejumlah perkara sengketa beberapa bidang tanah yang berasal dari penjualan lahan oleh pengembang PT Darmo Permai (developer perumahan pertama di Indonesia) kepada konsumennya. 

Sekitar awal Agustus 1981 pengembang itu membebaskan 90,3 hektar lahan di Surabaya Barat dan mengurus sertifikatnya atas nama PT Darmo Permai dengan objek berupa lahan seluas 903.640 meter persegi. 

 

Bersertifikat

Hamparan lahan yang dibebaskan PT Darmo Permai tersebut, berada di beberapa kelurahan (sebagian termasuk di Kelurahan Lontar dan Kelurahan Pradahkalikendal), disatukan dalam sertfikat induk yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas nama PT Darmo Permai. 

Seluruhnya dituangkan dalam sertifikat induk Sertifikat Hak Guna Bangunan No.79/Pradahkalikendal. 

Ada pembeli beritikad baik yang mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang merupakan pecahan dari sertifikat induk SHGB No.79/Pradahkalikendal yang semula atas nama PT Darmo Permai. Kebetulan letak atau lokasinya di Kelurahan Lontar. 

Pecahan SHGB tersebut diperpanjang pada tahun 2002 dan berganti buku menjadi SHGB yang berlaku sampai tahun 2022, namun tetap menyebutkan seolah-olah lokasinya di ‘Pradahkalikendal’ sebagaimana yang disebutkan pada induk sertifikat. Pada perpanjangan kedua di awal tahun 2022, nama ‘Pradahkalikendal’ pada pecahan SHGB itu diubah oleh pihak BPN Surabaya I menjadi ‘Lontar’ (kata Pradahkalikendal dicoret dan diganti dengan Lontar). 

Para pemilik yang memegang sertifikat dari Kantor Pertanahan Surabaya I, oleh pengadilan dinyatakan bukan sebagai pemilik sah. Keterangan dan dokumen yang diduga palsu tersebut, mengakibatkan para hakim di pengadilan memenangkan pihak Mulya Hadi.

 

Tersendat

Akibat Ketua Pengadilan Negeri Surabaya tidak mengizinkan penyitaan barang bukti berupa dokumen yang diminta Bareskrim Polri, sejak gelar perkara akhir September tahun 2022, Bareskrim Polri belum bisa menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam penanganan kasus sindikat mafia tanah Surabaya tersebut. 

Padahal, sudah dua kali diterbitkan Surat Perintah Penyidikan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. 

Kasus mafia tanah itu diadukan melalui LP No LB/B/0146/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 25 Maret 2022. Terlapor Mulya Hadi dkk, diduga sejak tahun 2016 menggunakan keterangan dan dokumen palsu guna mengakali jalannya sejumlah persidangan gugatan tanah.

Penanganan kasus itu berkali-kali tersendat. Diduga ada campur tangan pihak-pihak tertentu yang menjadi ‘pembela’ kegiatan mafia tanah itu. Tidak banyak kemajuan berarti, sejak Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut kegiatan sindikat mafia tanah Surabaya akhir Maret 2022. 

Akhir September 2022, penyelidikan itu sempat menunjukkan titik terang. Namun ‘intervensi’ berbagai pihak, termasuk kalangan pebisnis dan anggota lembaga perwakilan, mengakibatkan sampai sejauh ini belum ada perkembangan yang berarti.

Tanpa diketahui sebabnya, mendadak Direktur Tindak Pidana Umum (Tipidum) Brigjen (Pol) Andi Rian dipindahkan menjadi Kapolda Kalimantan Selatan Oktober 2023, tidak lama setelah gelar perkara dilaksanakan. 

Menurut catatan, Meganews.id pimpinan Bareskrim Polri pernah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan awal Oktober 2022 tidak lama setelah gelar perkara itu. Akhir Juli 2023 terbit lagi surat perintah penyidikan baru. Tetapi lagi-lagi penyidikan tersendat karena Ketua Pengadilan Negeri Surabaya tidak mengizinkan penyitaan barang bukti yang diperlukan polisi.

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa