Tak Mau Bayar Sisa Fee Lawyer, Rumah Nila Puspa Sidarta Disita Pengadilan

Ferry Edyanto | Kamis, 20 Maret 2025 - 01:02 WIB
Tak Mau Bayar Sisa Fee Lawyer, Rumah Nila Puspa Sidarta Disita Pengadilan
Kediaman Nila Pispa Sidarta di Kelapa Gading, Jakarta Utara dijadikan obyek sita eksekusi jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Foto: (Istimewa/Meganews.id).
 
 
MEGANEWS.ID - Pengadilan Negeri Jakarta Utara melakukan sita eksekusi terhadap salah satu dari 2 aset, yakni berupa tanah dan bangunan milik Nila Puspa Sidarta di Jalan Tampak Siring Indah, No. 21, Rt/Rw 008/007 Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (13/3/2025). Sita eksekusi dilakukan lantaran Nila tak memenuhi kewajibannya membayar success fee jasa hukum pada BAP Law Firm yang beralamat di lantai 23 Gedung Artha Graha, SCBD, Jln. Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. 
 
"Iya benar, sita eksekusi atas tanah dan bangunan milik Nila Puspa Sidarta untuk melengkapi putusan BANI yang telah ikrah," ujar Albert Frans Nova, pengacara dari BAP Law Firma kepada awak media, Rabu (20/3/2025).
 
Pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dipimpin Erwin Setiawan bersama anggota berjumlah 6 orang. 
 
Setibanya di obyek perkara, petugas juru sita dan Henri kuasa hukum dari BAP Law Firm, juga Hongky, masuk ke rumah Nila. Di sana sudah ada Holanda Tobing dan timnya dari kantor hukum Warda Larosa. Media yang berusaha masuk tidak diizinkan dengan alasan hanya untuk para pihak. "Maaf pertemuan ini hanya untuk para pihak saja," ucap Holanda sambil menutup pintu pagar dan meminta sekuriti komplek untuk melakukan penjagaan.
 
Erwin Setiawan yang memimpin jalannya sita eksekusi, terkesan tampak kurang ada ketegasan saat menjalankan tugasnya. Erwin hanya menjalankan membacakan nota penetapan yang dibawanya, tanpa ada pemasangan plang sita eksekusi di lokasi obyek sita.
 
Hal ini membuat pihak BAP Law Firm keberatan. Pasalnya, Erwin sebelumnya menjanjikan akan melakukan sita eksekusi sekaligus plus pemasangan plang papan pengumuman di lokasi obyek sita.
 
"Namun, begitu sampai di obyek, usai membacakan nota penetapan, dia (Erwin) langsung bergegas menuju mobil," sesal Henri.
 
Di sisi lain, sambung Henri, pihaknya sudah membawa plang eksekusi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pemasangan tak bisa dilakukan karena Erwin lepas tanggung jawab, karena takut dilaporkan oleh ke polisi oleh pihak Nila. "Kalau mau pasang silahkan aja, saya tidak tanggung jawab," ujarnya lepas tangan, seperti orang ketakutan.
 
Sebagai petugas pengadilan yang punya legalitas, sikap Erwin Setiawan tentu sangat disesalkan. Karena persoalan itu sudah ada putusan BANI berkekuatan hukum, juga ada putusan PN Jakarta Utara yang menolak pembatalan terhadap putusan BANI yang dimohonkan Nila.
 
Pihak BAP yang telah menyiapkan plang pengumuman sita bangunan akhirnya membawa kembali alatnya setelah sebelumnya adu ngotot dengan kuasa hukum Nila Puspa Sidarta yang di back up oleh petugas keamanan. Erwin Setiawan dan timnya sudah meninggalkan lokasi lebih dulu.
 
Persoalan tidak selesai disitu. Pihak BAP Law Firm kembali menghubungi Erwin Setiawan, sehingga terjadi kesepakatan penancapan plang pengumuman akan dilakukan esok harinya. "Tapi, begitu kami datang kesana, ternyata sudah ada pihak sekuriti, polisi dan pihak TNI, yang hadir mewakili Nila Puspa Sidarta, mencoba untuk menghalangi saya masuk ke lokasi aset sita. Seharusnya unsur aparat keamanan hadir disitu mewakili kepentingan kita dan dihadirkan oleh pihak juru sita, ini malah terbalik," tegas Albert.
 
"Ini sangat aneh dan ganjil, petugas juru sita itu mewakili siapa hadir disitu? Seharusnya kami yang dibela, tapi faktanya tidak demikian. Ada apa dengan juru sita PN Jakut," sambung Albert terheran-heran.
 
 
Melapor ke Ketua PN Jakut
 
Dewi Lestari dan Hasim Sukamto yang menjadi subyek berperkara dengan Nila Puspa Sidarta, merasa pekerjaan juru sita Erwin Setiawan dan timnya tidak profesional. "Ada kesan ganjil, udah punya dasar hukum mau menjalankan tugas masih ragu dan plintat plintut, ada apa?" tegas Hasim bertanya.
 
Karena tidak puas, Hasim menyatakan akan 'melompat' ke Ibrahim Palino, Ketua PN Jakarta Utara. "Saya akan membuat surat dan menyampaikan kepada Ketua PN," ujarnya. 
 
"Kami akan meminta saran dan pendapat terkait dengan adanya permasalahan yang terjadi di lapangan, jujur kami kecewa dengan pihak juru sita," lanjutnya.
 
Sita eksekusi dilakukan lantaran permohonan pembatan putusan BANI yang diajukan Nila 'kandas' alias ditolak oleh PN Jakarta Utara yang disidangkan hakim tunggal Maryono.
 
Dalam amar putusannya Maryono mengabulkan atau menerima eksepsi yang diajukan Termohon I (BANI) dan Termohon II (BAP Law Firm), yang register pada Nomor Perkara: 729/Pdt.Sus-Arbt/2024/PNJkt.Utr.
 
Dalam perkara ini, Nila Puspa Sidarta selaku Pemohon/dahulu Termohon I Arbitrase mengajukan Permohonan gugatan terhadap hasil putusan BANI. Putusan pada sidang Arbitrase sebelumnya, Nila Puspa Sidarta selaku Termohon I diputus untuk membayar jasa fee bantuan hukum pada BAP Law Firm. 
 
Bukannya menjalankan putusan Arbitrase, Nila Puspa Sidarta malah menggugat hasil putusan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. 
 
Padahal, berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan penyelesaian sengketa menjelaskan putusan BANI bersifat final dan mengikat. 
"Arti final dan mengikat itu kan jelas, bahwa tidak ada upaya hukum lagi. Adapun mengikat dalam pengertian siapapun pihak harus tunduk pada putusan BANI," ujar Albert Frans Nova, SH, kuasa hukum Termohon II BAP Law Firm kepada awak media.
 
Albert menyayangkan ketidakpatuhan Nila Puspa Sidarta dalam kewajibannya memenuhi isi putusan Arbitrase. "Dia mencoba mengangkangi aturan hukum Arbitrase yang final dan mengikat lewat PN Jakarta Utara, ini kan nakal. Dia mencoba mencari-cari celah untuk menghindari kewajibannya sebagaimana isi putusan Arbitrase," sesal Albert.
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa