Saksi Sebut Tidak Pernah Ada Pembayaran Perdamaian Rp4,5 Miliar

Ferry Edyanto | Senin, 26 Desember 2022 - 19:22 WIB
Saksi Sebut Tidak Pernah Ada Pembayaran Perdamaian Rp4,5 Miliar
Saksi Mamat Abdul Rahman (kemeja putih) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/12/2022). Foto: (Ferry Edyanto/Meganews.id).

 

MEGANEWS.ID - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Abdul Khohar kembali menyidangkan kasus dugaan pemalsuan Akta Otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban dengan terdakwa Samuel Purba dan Nurkholis. Persidangan yang digelar Senin (26/12/2022) siang itu menghadirkan dua saksi, yakni Mamat Abdul Rahman dan Ningsih Brata Jaya. 

Saksi Mamat menyebutkan, pada pembuatan Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5  tanggal 17 April 2012 dihadiri kedua belah pihak yakni Saparudin dan Nurkholis yang mengaku sebagai pihak pertama dan Samuel Purba selaku pihak kedua. 

“Sebelum kedua belah pihak datang, draf akte penyelesaian kewajiban atas info dari Notaris Bernando telah disiapkan,” kata saksi Mamat Abdul Rahman dalam kesaksiannya persidangan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (26/12/2022). 

Saksi Mamat yang bertindak selaku staf dari Notaris terdakwa Bernando, dihadapan majelis hakim menyebutkan adanya pembayaran dua (2) cek untuk Liman Brata Jaya sebesar Rp 2 miliar dan Santoso sebesar Rp 600 juta setelah pembuatan Akte Penyelesaian Kewajiban Nomor 5.

Dia mengatakan mengetahui adanya pembayaran tersebut melalui terdakwa Notaris Bernando yang menginformasikan kepadanya.

Adapun soal pengembalian kembali cek tersebut kepada terdakwa Samuel Purba setelah 3 tahun berselang, saksi Mamat mengaku tidak mengetahuinya. 

“Saya tidak mengetahui pengembalian dua cek tersebut, saya hanya membuat tanda terimanya saja,” ujar Mamat dihadapan majelis hakim. 


Pembayaran Rp.4,5 Miliar Tidak Pernah Ada

Sementara itu, dalam keterangannya dihadapan majelis hakim, saksi Ningsih Brata Jaya menyebut dirinya bersama 6 saudaranya datang ke kantor notaris atas suruhan Liman Brata Jaya. Dia mengaku diperintah untuk pertemuan pembuatan Akta Penyelesaian Kewajiban Nomor 4 tahun 2008.

Saksi Ningsih juga mengatakan tentang adanya pembayaran perdamaian sebesar Rp 4,5 miliar sebagaimana dalam Akte Nomor 4  tersebut, tidak pernah ada.

“Saya sendiri pun kami tidak pernah menerima uang tersebut, ” kata Ningsih di hadapan majelis hakim.

Sedangkan mengenai adanya Akte Penyelesaian Kewajiban Nomor 5, saksi  Ningsih menyatakan sama sekali tidak pernah mengetahuinya. “Akte penyelesaian kewajiban Nomor 5 dibuat secara sepihak, tanpa sepengatahuan kami,” ujar Ningsih dalam persidangan.

Sidang pemalsuan akta otentik dengan terdakwa Samuel Purba dan Nurkholis memarik dan cukup menyedot perhatian pengunjung lantaran banyak pernyataan yang disampaikan oleh terdakwa Samue Purba, dianulir majelis hakim. 

 

Kronologi Perkara

Perbuatan berawal dari permasalahan sengketa tanah antara saksi korban Drs. Santosa Brata Djaja dengan saksi Samuel Purba (yang dilakukan penuntutan secara terpisah) yaitu sama-sama mengaku sebagai pembeli yang sah terhadap tanah milik Adat Girik No.C 343, Persil 21 Sill atas nama Miot Binti Miah seluas kurang lebih 30.810 m2 No.385, yang terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Sengketa tersebut dari putusan perdata pada Peradilan Tingkat Pertama, Banding, Kasasi dan PK (peninjauan kembali) semuanya dimenangkan oleh saksi korban Santosa selaku penggugat. dan tanah yang terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur adalah secara hukum sah dibeli oleh saksi korban Santosa Brata Djaja.

Karena kalah dalam perkara perdata, kemudian saksi Samuel Purba mengajak saksi korban Santosa untuk berdamai. Selanjutnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan dibuatlah Akta Perjanjian Perdamaian No 4 tanggal 01 September 2008, Akta Pernyataan No.157 tanggal 22 Oktober 2008 dan Akta Adendum No.49 tanggal 06 November 2008 yang dibuat dan ditandatangani di Kantor Notaris Buntario Tigris, SH.

Salah satu klausul dalam Akta Perjanjian tersebut disepakati pihak saksi Samuel wajib memberikan uang kompensasi sebesar Rp 4,5 miliar kepada saksi korban Santosa.

Tetapi beberapa tahun kemudian tanpa seijin dari saksi korban Santosa, pada tanggal 17 April 2012 dengan inisiatif sendiri saksi Samuel mendatangi terdakwa Bonardo Nasution selaku Notaris dan PPAT, yang juga merupakan temannya di City loft Sudirman, untuk meminta atau menyuruh dibuatkan Akta Otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012.

Akta Otentik tersebut dibuat tanpa sepengetahuan dan tanpa kehadiran dari saksi korban Santosa selaku pihak terkait yang wajib hadir dalam pembuatan Akta Otentik tersebut.

Karena saksi Samuel adalah teman baik terdakwa, maka pada saat itu terdakwa langsung membuat Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 tanpa dilengkapi dokumen-dokumen yang sah, dan tidak sesuai dengan SOP/prosedur yang berlaku dalam pembuatan suatu Akta Otentik.

Terdakwa juga sudah menyadari kalau isi dari Akta otentik yang dibuatnya tersebut tidak benar karena terdakwa tidak pernah sama sekali melakukan cek data, dan memverifikasi dokumen-dokumen atau menanyakan langsung kepada saksi korban Santosa terkait kebenaran dari isi Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 sebagaimana yang diamanatkan atau disyaratkan dalam pasal 16 Ayat (1) huruf m Undang-undang No.2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yakni “kewajiban pembacaan Akta oleh Notaris dihadapan penghadap dan saksi”.

Adapun inti dari isi Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 yang dibuat oleh terdakwa tersebut adalah sebagai berikut:

Bahwa saksi korban Santosa telah menerima uang kompensasi dari saksi Samuel Purba dengan rincian:

1 Rp 600 juta pada tanggal 06 November 2008

2 Rp 1 miliar pada tanggal 08 Maret 2012 dengan giro Bank BCA No.385826.

3 Rp 300 ratus juta telah diterima sebelum Akta ini dibuat.

4 Rp 2 miliar dengan cek No.127156 tanggal 1 Mei 2012.

5 Rp.600 ratus juta dengan cek No.127157 tanggal 01 Mei 2012

Bahwa ternyata Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 tersebut adalah akal-akalan dari saksi Samuel Purba dengan terdakwa Bonardo Nasution yang mana isinya seolah-olah benar dengan fakta yang sebenarnya.

Padahal kenyataannya sampai saat ini saksi korban Santosa Brata Djaja tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari saksi Samuel Purba sebagaimana yang tertuang dalam Akta Penyelesaian Kewajiban tersebut.

Malahan Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 itu digunakan saksi Samuel Purba sebagai salah satu syarat untuk menjual tanah milik saksi Santosa, Girik No.C 343, Persil 21 SIII atas nama Miot Binti Miah seluas kurang lebih 30.810 m2 No 385, yang terletak di Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.

Tanah yang semula atas nama PT Bina Kualita Teknik itu dijual oleh saksi Samuel Purba kepada PT. Sumber Daya Nusaphala berdasarkan Akta Jual Beli No 30/2012 tanggal 20 Nopember 2012 dan terakhir dari PT. Sumber Daya Nusaphala telah mengalihkan haknya kepada PT Sayana Integra Properti berdasarkan Akta Jual Beli No 556/2014 tanggal 11 Desember 2014.

Dan, sampai sekarang saksi Santosa Brata Djaja tidak pernah menerima uang ganti rugi/kompensasi sebagaimana yang telah disepakati sebesar Rp.4,5 miliar.

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa