Sidang Pemalsuan Akta Otentik di PN Jakpus, Ahli: Debitor Punya Kewajiban Kepada Siapa Dia Membayar

Ferry Edyanto | Senin, 09 Januari 2023 - 21:52 WIB
Sidang Pemalsuan Akta Otentik di PN Jakpus, Ahli: Debitor Punya Kewajiban Kepada Siapa Dia Membayar
Persidangan kasus pemalsuan Akta Otentik dengan terdakwa Samuel Purba, MBA dan terdakwa II Nurkholis, SH digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/1/2023). Foto: (Ferry Edyanto/Meganews.id).

 

MEGANEWS.ID - Kasus pemalsuan Akta Otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 dengan terdakwa I DR. Samuel Purba, MBA dan terdakwa II Nurkholis, SH, kembali digelar perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/1/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fredrick Christian, SH menghadirkan Saksi Ahli Dr. Ghansham Anand, SH, Mkn.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar Adeng itu baru dimulai sekitar pukul 13.00 Wib, molor tiga jam dari jadwal awal pukul 10.00 Wib. Sebelum menyampaikan pendapat sesuai keahliannya, Ahli Dr. Ghansham Anand, SH, Mkn disumpah sesuai dengan keyakinannya.

JPU Fredrick selanjutnya menanyakan apa yang dimaksud dengan akta otentik. Menurut Ahli, akta otentik adalah alat bukti yang memiliki kekuatan yang sempurna.

"Dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh/atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu, ditempat di mana akta dibuat," kata Ahli.

Dijabarkan Ahli, akta otentik harus dibuat oleh pejabat notaris yang berwenang dalam lingkup kewenangan yang diberikan.

Segala hal yang menyangkut kewenangan dan ruang lingkup notaris diatur UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

"Adapun PPAT adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik," kata Ahli.

Ahli menyampaikan bahwa setiap akta itu terdiri atas; awal akta, badan akta dan penutup akta. "Awal akta itu adalah judul, nomor, jam, hari, tanggal, waktu dsb. Kemudian badan akta, nama lengkap, tanggal lahir dst," kata Ahli.

Adapun yang disebut Komparisi disebutkan Ahli sebagai kedudukan bertindak. "Adapun penutup akta terkait perancangan dan penandatangan naskah," jelasnya.

"Terkair bentuk akta notaris bisa dilihat dalam Pasal 38 UU No. 2 Tahun 2014," sambungnya dan menyebut bahwa setiap akta wajib diberikan penomoran.

Menjawab JPU apakah kuasa dalam bertindak harus dilengkapi dengan dokumen surat kuasa, Ahli menjawab, bahwa tentang hal itu diatur dalam Pasal 1796 mengatur tentang surat kuasa. "Ada kuasa penuh atau kuasa khusus," ucapnya.

"Dalam Pasal 1795 pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus yaitu satu perbuatan tertentu atau secara umum, yaitu dalam kepentingan si pemberi kuasa," lanjutnya.

Selanjutnya Ahli menjabarkan, sesuai Pasal 1976 pada ayat 1 disebutkan, pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum hanya meliputi tindakan atau perbutaan pengurusan. "Pasal 1796 ayat 2, untuk memindah tangankan benda-benda di atasnya atau untuk melakukan suatu perdamaian ataupun suatu perbuatan baik, yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas," terang Ahli.

Dengan demikian, lanjut Ahli, pemberian kuasa bisa dilakukan dengan lisan, tertulis, dengan data otentik ataupun secara elektronik. "Tetapi kuasa ini untuk tindakan apa? Kalau tindakan bisa berupa surat kuasa umum, yang meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa," katanya.

Akan tetapi, kata Ahli, jika mengubah hak kebendaan, melakukam perdamaian, itu syaratnya harus dengan surat kuasa khusus. "Dalam konteks ini surat kuasanya harus tertulis," ucap Ahli.

Artinya, dokumen-dokumen sebagai dasar bertindak selaku kuasa wajib dilekatkan pada minuta akta.

Minuta akta adalah asli akta notaris yang disimpan sebagai protokol notaris. Minuta akta ini berisi asli tanda tangan, paraf, cap jempol para penghadap, asli tanda tangan saksi, Notaris serta renvoi dan mungkin ada bukti lain yang dilekatkan dalam minuta akta-akta tersebut.

Menjawab JPU apakah kuasa berperkara di pengadilan dapat digunakan untuk perdamaian diluar pengadilan, Ahli menyatakan, "Bilamana dikehendaki kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili kuasa, dapat dilakukan dalam bentuk surat kuasa khusus."

Persidangan kasus pemalsuan Akta Otentik berupa dengan terdakwa I DR. Samuel Purba, MBA dan terdakwa II Nurkholis, SH, ini ramai menyedot perhatian pengunjung. Beberapa kali, Ketua Majelis Hakim bahkan memperingatkan pengunjung lantaran dinilai tidak tertib selama berjalannya persidangan, seperti suara selular yang berdering dan wara-wiri pengunjung sidang  yang membuat daun pintu beradu sehingga menimbulkan suara gaduh.

"Saya peringatkan kepada pengunjung sidang untuk tertib. Jika memang tidak bisa tertib silahkan keluar," lantang suara Majelis Hakim memecah jalannya persidangan.

Majelis hakim juga beberapa kali memperingatkan tim kuasa hukum tergugat saat sesi tanya kepada Ahli, lantaran apa yang ditanyakan materinya sudah pernah disampaikan Ahli di awal persidangan. 

Ahli kemudian melanjutkan, bicara tentang untuk melaksanakan pembayaran. Menurut Ahli, sebagai debitor yang punya kewajiban, harus tahu kepada siapa dia membayar. "Dalam ketentuan Pasal 1385 tentang pada siapa pembayaran itu dilakukan, pembayaran harus dilakukan si penerima kepada si kreditor. Atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya, atau kepada yang dikuasakan oleh hakim atau undang-undang untuk menerima pembayaran yang si berpiutang," tegasnya.

Dalam kaitan itu pula, Ahli menegaskam bahwa dalam menjalankan pekerjaannya, notaris harus memastikan dokumen-dokumen yang dinyatakan para pihak. "Notaris harus bertindak seksama, mandiri dan tidak berpihak," kata Ahli.



KRONOLOGIS

Perbuatan pidana dalam kasus ini berawal dari permasalahan sengketa tanah antara saksi korban Drs. Santosa Brata Djaja dengan saksi Samuel Purba (yang dilakukan penuntutan secara terpisah) yaitu sama-sama mengaku sebagai pembeli yang sah terhadap tanah milik Adat Girik No.C 343, Persil 21 Sill atas nama Miot Binti Miah seluas kurang lebih 30.810 m2 No.385, yang terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Dalam sengketa tersebut dari putusan perdata pada Peradilan Tingkat Pertama, Banding, Kasasi dan PK (peninjauan kembali) semuanya dimenangkan oleh saksi korban Santosa selaku penggugat dan tanah yang terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur adalah secara hukum sah dibeli oleh saksi korban Santosa Brata Djaja.

Karena kalah dalam perkara perdata, kemudian saksi Samuel Purba mengajak saksi korban Santosa untuk berdamai. Selanjutnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan dibuatlah Akta Perjanjian Perdamaian No 4 tanggal 01 September 2008, Akta Pernyataan No.157 tanggal 22 Oktober 2008 dan Akta Adendum No.49 tanggal 06 November 2008 yang dibuat dan ditandatangani di Kantor Notaris Buntario Tigris, SH.

Salah satu klausul dalam Akta Perjanjian tersebut disepakati pihak saksi Samuel wajib memberikan uang kompensasi sebesar Rp 4,5 miliar kepada saksi korban Santosa.

Tetapi beberapa tahun kemudian tanpa seijin dari saksi korban Santosa, pada tanggal 17 April 2012 dengan inisiatif sendiri saksi Samuel mendatangi terdakwa Bonardo Nasution selaku Notaris dan PPAT, yang juga merupakan temannya di City loft Sudirman, untuk meminta atau menyuruh dibuatkan Akta Otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012.

Akta Otentik tersebut dibuat tanpa sepengetahuan dan tanpa kehadiran dari saksi korban Santosa selaku pihak terkait yang wajib hadir dalam pembuatan Akta Otentik tersebut.

Karena saksi Samuel adalah teman baik terdakwa, maka pada saat itu terdakwa langsung membuat Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 tanpa dilengkapi dokumen-dokumen yang sah, dan tidak sesuai dengan SOP/prosedur yang berlaku dalam pembuatan suatu Akta Otentik.

Terdakwa juga sudah menyadari kalau isi dari Akta otentik yang dibuatnya tersebut tidak benar karena terdakwa tidak pernah sama sekali melakukan cek data, dan memverifikasi dokumen-dokumen atau menanyakan langsung kepada saksi korban Santosa terkait kebenaran dari isi Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No.5 tanggal 17 April 2012 sebagaimana yang diamanatkan atau disyaratkan dalam pasal 16 Ayat (1) huruf m Undang-undang No.2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yakni “kewajiban pembacaan Akta oleh Notaris dihadapan penghadap dan saksi”.

Adapun inti dari isi Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 yang dibuat oleh terdakwa tersebut adalah sebagai berikut:

Bahwa saksi korban Santosa telah menerima uang kompensasi dari saksi Samuel Purba dengan rincian:

1. Rp600 juta pada tanggal 06 November 2008

2. Rp1 miliar pada tanggal 08 Maret 2012 dengan giro Bank BCA No.385826.

3. Rp300 ratus juta telah diterima sebelum Akta ini dibuat.

4. Rp2 miliar dengan cek No.127156 tanggal 1 Mei 2012.

5. Rp600 ratus juta dengan cek No.127157 tanggal 01 Mei 2012

Bahwa ternyata Akta otentik berupa Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 tersebut adalah akal-akalan dari saksi Samuel Purba dengan terdakwa Bonardo Nasution yang mana isinya seolah-olah benar dengan fakta yang sebenarnya.

Padahal kenyataannya sampai saat ini saksi korban Santosa Brata Djaja tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari saksi Samuel Purba sebagaimana yang tertuang dalam Akta Penyelesaian Kewajiban tersebut.

Malahan Akta Penyelesaian Kewajiban No. 5 tanggal 17 April 2012 itu digunakan saksi Samuel Purba sebagai salah satu syarat untuk menjual tanah milik saksi Santosa, Girik No.C 343, Persil 21 SIII atas nama Miot Binti Miah seluas kurang lebih 30.810 m2 No 385, yang terletak di Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.

Tanah yang semula atas nama PT Bina Kualita Teknik itu dijual oleh saksi Samuel Purba kepada PT. Sumber Daya Nusaphala berdasarkan Akta Jual Beli No 30/2012 tanggal 20 Nopember 2012 dan terakhir dari PT. Sumber Daya Nusaphala telah mengalihkan haknya kepada PT Sayana Integra Properti berdasarkan Akta Jual Beli No 556/2014 tanggal 11 Desember 2014.

Dan, sampai sekarang saksi Santosa Brata Djaja tidak pernah menerima uang ganti rugi/kompensasi sebagaimana yang telah disepakati sebesar Rp.4,5 miliar. 

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa