MEGANEWS.ID - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melayangkan surat panggilan teguran (Aanmaning) atau somasi kepada mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin dan Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamuddin. Keduanya mendapat surat teguran karena tidak mematuhi putusan PN Jakarta Selatan, terkait masalah utang piutang sebesar Rp 4 miliar kepada Dedey Risjad.
"Ya, keduanya (Agusrin dan Sultan) dipanggil merupakan Aanmaing (surat panggilan teguran) atau somasi supaya tergugat atau termohon, dalam hal ini sudah inkrah putusannya agar membayar utang-utangnya," ujar Pasang Haro, SH, MH selaku kuasa hukum Dedey Risjad di PN Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2023).
Dalam pertemuannya dengan pihak pengadilan, Pasang Haro menyatakan telah meminta permohonan untuk eksekusi rumah atau tempat usaha termohon sebagai jaminan demi tegaknya kepastian hukum dan keadilan.
"Kami mengajukan permohonan eksekusi rumah. Karena persoalan ini sudah lebih berjalan 10 tahun," jelasnya.
"Kepala juru sita mengatakan soal pengajuan itu bisa dilakukan demi adanya kepastian hukum dan keadilan," sambung Pasang Haro.
Mantan pengacara tim Jokowi - Ma'ruf ini mengatakan perlunya dilakukan eksekusi rumah atau hunian bisnis milik termohon dilakukan agar pembayaran utang segera diselesaikan.
Berhutang sejak 2011
Pasang Haro menceritakan persoalan ini terjadi sejak tahun 2011. Dedey Risjad, kliennya meminjamkan uang kepada Agusrin dan Sultan. Keduanya adalah kakak beradik dan saling kenal dengan dengan Dedey Risjad. Nilai uang yang dipinjamkan Dedey kepada Agusrin dan Sultan sebesar Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).
Dari pinjaman Rp 4 miliar yang baru dibayar sebesar Rp 1 miliar. "Kalau dihitung dengan bungan bank nilainya sudah lebih dari 6-7 miliar rupiah. Nah, kekurangan sebesar Rp 3 miliar lagi sejauh ini mereka tidak mau membayar tidak jelas alasannya," sebut Pasang Haro.
Lambatnya penyelesaian persoalan pembayaran tersebut menurutnya soal kepatuhan. "Seharusnya dia (Agusrin dan Sultan) sebagai wakil rakyat mencontohkan yang baik dong. Bagaimana dia menjadi contoh buat rakyat sementara dia sendiri tidak patuh pada putusan pengadilan," tegasnya.
Dia menyebut siapapun di republik ini tidak bisa memakai cara kekuasaan, karena negara Indonesia adalah negara hukum. "Hukum sebagai panglima tertinggi harus ditaati semua orang. Putusan pengadilan harus dipatuhi," ujarnya.
Anmaning ini salah satu instrumen hukum yang dimiliki pengadilan dalam penyelesaian perkara dimana pihak-pihak tereksekusi dipanggil untuk menyampaikan kembali maksud dari tuntutan eksekusi dan mau melaksanakan putusan dengan sukarela.
"Supaya membayar sisanya Rp 3 miliar lagi," tegas Pasang Haro.
Dia mengatakan Aanmaning ini adalah panggilan pertama. Minggu depan akan ada surat panggilan kedua. "Nah, disitu kami akan ajukan supaya ada jaminan berupa rumahnya atau tempat usahanya supaya dijaminkan untuk membayar utang-utangnya, kalau memang dia tidak bayar," ulasnya.
Dia beralasan cara itu dipakai karena Dedey Irsyad, kliennya sudah cukup sabar. "Bungayapun sudah tidak dihitung, tapi termohon seperti tidak ada itikad baik menyelesaikan utangnya sudah 10 tahun lebih tidak diselesaikan Bagaimana rakyat mau percaya kalau putusan pengadilan saja tidak mereka jalankan," semprotnya.
Sementara itu pengacara Rizal, yang bertindak sebagai kuasa hukum termohon saat ditanyai tentang persoalan tersebut selalu menjawab, "no comment".