MEGANEWS.ID - Kuasa hukum pelapor kasus penyerobotan tanah Brata Ruswanda, Poltak Silitonga, mendatangi Mabes Polri. Kehadiran Poltak di markas korps berbaju coklat itu untuk mengklarifikasi sekaligus melaporkan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandani Rahardjo Puro ke SPKT Mabes Polri. Djuhandani dilaporkan lantaran menyebut bahwa dokumen surat tanah milik pelapor tidak identik alias palsu.
Brigjen Pol. Djuhandani dan tiga anak buahnya juga dilaporkan ke Propam Polri buntut dugaan penggelapan barang bukti milik pelapor Wiwik Sudarsih, ahli waris Brata Ruswanda.
Pelaporan Djuhandhani dan anak buahnya di Divpropam Polri teregister dengan nomor SPSP2/000646/II/2025/Bagyanduan tanggal 10 Februari 2025.
"Klien kami meminta surat itu agar dikembalikan karena sudah tidak percaya lagi terhadap penyidik. Surat asli milik klien kami ditahan tanpa dasar hukum yang jelas dan laporannya menggantung," ujar Poltak didampingi pelapor Wiwik Sudarsih dan ahli waris Brata Ruswanda lainnya, di Bareskrim Polri, Senin (24/2/2025).
Dirinya menyebut mencari tahu alasan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, yang tak mau menyerahkan sertifikat tanah Wiwik. Usut punya usut, berdasarkan informasi ada seorang kontraktor yang menyerahkan uang Rp8 miliar. Diduga, uang tersebut untuk para penyidik supaya tak melanjutkan penanganan kasus dan menyita surat-surat tanah.
"Itu kan info yang kita dengar ya. Tetapi, ketika kita datang lagi untuk meminta surat itu sampai datang empat kali dari Kalimantan. Ibu ini sudah tua, sudah tidak juga diberikan. Katanya sabar-sabar," ulasnya.
Karena itu, Poltak membantah pernyataan Djuhandhani yang menyebut surat tanah milik kliennya tidak identik atau palsu. Ia menilai Djuhandhani telah menyebarkan hoaks kepada publik karena belum ada proses pengadilan yang menyatakan surat tanah kliennya palsu.
"Seharusnya seorang jenderal harus hati-hati berbicara. Yang berhal menyatakan palsu atau tidak sebuah dokumen adalah pengadilan," ujarnya.
Atas alasan itu, Poltak yang selalu menyebut dirinya PH Jepang itu juga membuat aduan terhadap Brigjen Pol. Djuhandani ke SPKT Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain.
Namun, laporan Poltak ditolak karena pernyataan Djuhandani dinilai penyidik tidak terdapat unsur pidana.
Riwayat Persoalan
Poltak menjelaskan kasus pengambilan surat tanah miliki kliennya bermula ketika kliennya melaporkan mantan Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah terkait dugaan menguasai 10 hektare lahan milik Brata Ruswanda dengan menggunakan dokumen SK Gubernur 1974 yang diduga fiktif dan tidak pernah ada aslinya.
Pelaporan terhadap Nurhidayah, dilayangkan tahun 2018 dengan nomor LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.
Dalam proses itu, terang Poltak, penyidik kemudian meminta surat tanah kepada Wiwik Sudarsih yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda, dengan dalih untuk mempercepat proses pengusutan kasus.
Padahal seharusnya, kata Poltak, surat tanah asli itu tidak perlu diberikan kepada penyidik namun cukup hanya ditunjukkan. Akan tetapi, ia menyebut kliennya saat itu terperdaya karena tidak didampingi pengacara.
"Akhirnya perkara itu tidak tuntas hingga tahun 2024. Surat berharganya juga tak dikembalikan hingga saat ini," tuturnya.
Terpisah, Djuhandhani menyatakan dokumen surat tanah pelapor dinyatakan palsu dari hasil uji laboratorium forensik yang dilakukan dari proses penyidikan.
Ia mengatakan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka barang bukti itu akan dikembalikan dengan catatan. Sebab, surat dokumen yang diuji di laboratorium forensik non-identik.
"Kami tetap menjaga jangan sampai surat ini digunakan untuk perbuatan lain," jelasnya.
Terhadap dirinya dilaporkan ke Divpropam, Djuhandhani memandang pelaporan itu bagian dari koreksi dan evaluasi terhadap dirinya ataupun jajaran. Ia memastikan penyidik profesional dalam melaksanakan proses penyidikan suatu perkara.
Minta Dokumen Dikembalikan
Ahli waris Brata Ruswanda, Wiwik Sudarsih tidak terima surat-surat tanahnya dengan objek seluas 10 hektare di Kotawaringin Barat dinyatakan palsu.
Nenek berusia 70 tahun ini meminta Brigjen Djuhandani segera mengembalikan barang bukti berupa dokumen berharga tanah miliknya yang diberikan bertahun-tahun yang lalu.
"Tujuan saya datang ke sini untuk mengambil surat-surat yang ada di Mabes Polri. Pokoknya, apapun alasannya seharusnya diberikan, karena itu kan kita sudah meminta, sudah lebih dari empat kali kami datang ke sini," kata Wiwik di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).