KPU Sudah On The Track  Melaksanakan Tahapan Pilkada 2020

Junaidi Hasibuan | Jumat, 11 September 2020 - 18:07 WIB
KPU Sudah On The Track  Melaksanakan Tahapan Pilkada 2020
Ketua KPU Pusat Arief Budiman (kiri) dan Redaktur Pelaksana Meganews.id Junaidi Hasibuan. 


MEGANEWS.ID - Komisi Pemilihan Umum menyatakan telah mempersiapkan segala sesuatu tentang kebutuhan pelaksanakan Pilkada bulan Desember akhir tahun ini. Meski wabah Covid 19 belum mereda, pandemi ini dianggap sedikitpun tak akan menghalangi jadwal tahapan Pilkada.

Arief mengatakan, terdapat 734 bakal pasangan calon yang telah mendaftar pada Pilkada 2020. Pasangan yang telah mendaftar tersebut terdiri dari  25 bakal pasangan calon pemilihan gubernur, 609 bakal pasangan calon pemilihan bupati, kemudian 100 Pasangan calon untuk pemilihan wali kota dan wakil wali kota.

"Dari jumlah tersebut ada 1.313 laki-laki dan 155 perempuan. Mereka kemudian pasangan menjadi 734 bakal Pasangan calon. Sebanyak 667 bakal Pasangan calon diusung oleh partai politik dan 67 bakal Pasangan calon maju mendaftar melalui jalur perseorangan," katanya.

Kepada Junaidi Hasibuan Redaktur Pelaksana Meganews.id, Arief mengatakan, terdapat 28 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon. Serta terdapat 11 daerah yang memiliki kontestan paling banyak yakni 5 Bakal pasangan calon.

Lebih jauh, simak petikan wawancara ekslusif Meganews.id dengan Arief Budiman Ketua KPU Pusat, di kantornya Jalan Diponegoro Jumat pagi tadi (11/9/2020);

Sejauh mana KPU telah melakukan persiapan Pilkada Dersember 2020 nanti?

Persiapan sudah kami lakukan sejak bulan Maret 2020 lalu. Sebab, pada bulan itu kami melakukan penundaan dari Pilkada yang sebelumnya 23 September 2020, kemudian kami rubah menjadi 9 Desember 2020. Jadi, sejak Maret 2020 sudah disiapkan dengan mengatur regulasinya. Regulasinya kemudian keluar, dimulai dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 pada 4 Mei 2020.
 

Sebelum Perppu itu keluar, kami membahas secara intensif. Diantaranya KPU dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Lalu, Kementerian Kesehatan, BNPB, dan bersama DPR. DPR dalam hal ini Komisi II. Kemudian bersama Bawaslu, rekan kami penyelenggara Pemilu. Sampailah kemudian pada terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Setelah Perppu itu diterbitkan, disitu mengatakan tahapan lanjutannya harus disetujui tiga pihak, yakni KPU, pemerintah dan DPR. 

 

Setelah KPU, pemerintah dan DPR beberapa kali melakukan rapat dengar pendapat  (RDP) dan rapat konsultasi, maka disepakati tanggal pemungutan suaranya adalah 9 Desember 2020. Setelah itu KPU pada bulan Juni 2020 mulai menerbitkan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020. Isinya tentang tahapan pemilihan kepala daerah. Maka, sejak saat itu Peraturan KPU tersebutlah yang menjadi panduan kapan kita harus melakukan apa. Jadi, jadwalnya sudah jelas dan kegiatan-kegiatannya sudah tertuang disitu. 

 

Karena pandemi pemilihan kepala daerah tahun 2020 dilaksanakan di tengah pandemi, maka KPU juga menerbitkan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020. Isinya, setiap tahapan yang sudah disusun jadwalnya itu harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.

Apakah Pandemi Covid 19 ini dirasa akan mengganggu tahapan Pilkada?

Sudah pasti sedikit mengganggu. Maka misalnya kami harus mengatur sedemikian rupa, tahapan pemutakhiran data pemilih, protokol kesehatannya seperti apa. Tahapan pencalonan, protokol kesehatannya seperti apa, dan seterusnya. Sampai nanti ke tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Itu seluruh protokol kesehatan di tiap tahapan kita atur di Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020.

 

Nah, karena pelaksanaan pemilihan kepala daerah di tengah pandemi, maka dibutuhkan beberapa hal baru yang harus dipenuhi untuk menjaga kesehatan dan keselamatan. Baik penyelenggara, maupun peserta dan pemilihnya.

Nah, apakah KPU siap melaksanakan Pilkada, jika pandemi Covid 19 ini masih terus berlanjut?

Kalau dilihat dari beberapa hal itu, maka bisa disimpulkan bahwa Pilkada 2020 siap untuk dilaksanakan. Pertama, regulasinya tadi, sudah siap dan selesai dibuat. Kedua, anggarannya sudah disediakan. Baik dari APBD, maupun dari APBN. Ketiga, SDM-nya juga sudah siap. Mulai dari KPU RI, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, sampai penyelenggara-penyelenggara pemilu yang bersifat ad-hoc atau temporary.
 

Ada BPK di tingkat kecamatan, BPS di tingkat desa atau kelurahan. Kemudian BPDB, untuk memutakhirkan data pemilih. Nanti pada bulan November 2020, kita akan merekrut KPPS. Melihat tiga ukuran itu, maka persiapan kita sampai hari ini semua masih on the track. Semua masih tercapai sesuai schedulle yang kita tentukan.

Mengingat APBN kita cukup memprihatinkan, apakah anggaran Pilkada 2020 ini sudah terpenuhi?
 

Kalau dari APBD, sebagian besar sudah. Memang belum 100 persen, baru 97 koma sekian persen, sampai hari ini. Kemudian dari APBN, kami minta tambahan. Mudah-mudahan pembahasannya bisa segera selesai satu minggu ke depan sudah bisa dicairkan untuk tahap kedua. Tapi, kita masih punya cukup waktu. Mudah-mudahan tidak ada lagi keterlembatan, anggaran sudah bisa disiapkan. Alokasi anggaran sudah disediakan, tinggal proses pencairannya.

Ada kekwatiran orang malas ke TPS karena corona, berapa persen tingkat partisipasi pemilih yang ditargetkan KPU?
 

Target kita sama sebenarnya dengan pemilu sebelumnya, 77,5 persen. Kalau melihat tren penggunaan hak pilih dari pemilu ke pemilu, mulai dari pileg dan pilpres 2014, sampai pilkada 2015, itu ada kecenderungan naik soal penggunaan hak pilih. Mudah-mudahan karena ini di tengah pandemi, kita berharap trend itu masih terjaga. Bahkan untuk pilpres kemarin, kan partisipasinya bisa 82 persen. Saya tentu berharap tren partisipasi yang terus naik ini bisa terus dijaga sampai dengan pilkada 2020 ini.

Bagaimana penerapan protokol kesehatan pada saat hari H pilkada nanti?

Pada saat hari H pemungutan suara nanti, memang akan ada hal-hal baru. Itu harus bisa dipahami, tak hanya untuk penyelenggara tapi juga oleh peserta dan pemilih. Misalnya, untuk penyelenggara, semuanya menggunakan alat pelindung diri. Sarung tangan, masker, face shield, termasuk melakukan dis-infeksi atau menyemprotkan disinfektan di area TPS. Kemudian, untuk pemilih, diminta untuk masuk area TPS, harus cuci tangan dan kita sediakan. Lalu, pemilih ketika masuk TPS, diukur suhu tubuhnya dan diberikan sarung tangan, sehingga ketika dia menyentuh apapun, tangannya sudah menggunakan sarung tangan. 

 

Menyentuh meja, formulir, surat suara, kotak coblos, mereka tidak akan terkontaminasi dengan virus. Sampai penggunaan tinta pun, mereka tidak menyelupkan ke tinta, tapi akan diolesi tinta oleh petugas. Kemudian saat keluar, kita minta untuk cuci tangan lagi. Untuk mereka yang suhunya di atas 37,3 derajat, kita sediakan bilik khusus, jadi tidak berinteraksi dengan pemilih yang lain. Ini yang saya minta, pemilih mematuhi. Misalnya, ketika ia datang, antrian harus berjarak. 

 

Lalu, ketika pemungutan suara, kami mengimbau, mereka tidak datang bersamaan di jam yang sama. Kan, pemungutan jam 07.00-13.00 siang. Nanti kami mengimbau, pemilih nomor 1-100, datang di jam 07.00-08.00, dan seterusnya. Tapi, kalau mereka tidak mematuhi, ya terjadi kerumunan. Beberapa tata cara ini kita atur baru agar tidak terjadi kerumunan, sehingga potensi terjadinya penyebaran virus Covid-19 bisa dihindari.

Itu berlaku umum di semua TPS?
 

Ya, semua. Kan, peraturan KPU berlaku untuk seluruh wilayah.

Apakah pelaksanaan Pilkada nantinya bisa diselesaikan dalam satu hari?
 

Iyah target kita harus selesai dalam satu hari.

Ada kesan KPU terlalu memaksakan jadwal pilkada ini mengingat jumlah pasien corona semakin bertambah?
 

Tidak begitu sebetulnya, mengapa kami memutuskan atau menyetujui bersama-sama KPU, pemerintah dan DPR? karena kita sudah melewati tahapan yang panjang mendisposisikan ini dengan Kementerian Kesehatan, BNPB, hingga Gugus Tugas Covid-19 saat itu.
 

Mereka mengatakan, tidak ada yang memastikan virus ini kapan selesainya. Karena tidak ada yang bisa memastikan, ya sudah kita pertimbangkan banyak hal dan beberapa faktor, seperti politik, ekonomi, dan lainnya, maka kita putuskan di Desember 2020.

Walaupun daerah lain seperti di Surabaya masih zona hitam?
 

Itu, kan sekarang. Kita tidak tahu lagi tiga bulan lagi situasi-situasi di daerah tersebut seperti apa. Maka, menjadi tugas kita bersama adalah menjaga dan mengupayakan agar penyebaran virus ini terus berkurang dan melandai. Sehingga pada Desember 2020, tidak ada lagi kekhawatiran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemungutan suara.

Apakah petugas KPU di daerah sudah direkrut dan jumlahnya sudah mencukupi?
 

Sudah, sudah. Regulasinya sudah siap, SDM sudah, anggaran juga sudah siap. Sudah disiapkan, tinggal proses pencairannya.

Ke depan, apa saja yang harus disosialisasikan KPU kepada masyarakat pemilih? 
 

Hal atau tata cara baru dalam proses pemilihan kepala daerah. Ini penting untuk disosialisasikan kepada penyelenggara pemilu. Saya, kan juga harus menyosialisasikan juga ke KPU provinsi, kabupaten/kota. Kemudian, partai politik juga begitu, mereka menyosialisasikan ke partai politik di tingkat daerah. Kemudian juga kepada pemilih. 

 

Kami sosialisasikan ke mereka. Kalau pemilihan kepala daerah ini berjalan baik, maka butuh peran serta semua. Kepatuhan semua pihak terhadap protokol pencegahan Covid-19. Kalau semua mematuhi itu, tidak ada penyebaran virus ini. Virus ini tersebar karena ada diantara kita tidak patuh. Misalnya, semua penyelenggara pemilu-nya pakai masker. Tapi pemilihnya disuruh pakai masker tidak mau. Maka, penyelenggaranya harus patuh, pemilihnya dan pesertanya juga harus patuh. 

 

Jangan sampai, menghadirkan kampanye menghadirkan ribuan orang. Maka potensi tersebarnya virus menjadi terbuka juga. Maka, kalau mau sukses, semua pihak harus memahami aturannya dan menjalankannya. 


Sempat ada wacana, pemilihan bisa dilaksanakan tanpa kertas suara?

Sampai hari ini, kami belum bisa melaksanakan. Ini soal culture, infrastrutur. KPU tidak merancang pemungutan suara tanpa kertas. Penggunaan teknologi informasi digunakan di hampir setiap tahapan pemilu itu. Misalnya, kami punya Silon, atau sistem informasi pencalonan. Jadi, nanti publik kalau mau lihat data pencalonan, tinggal klik di web kita. 

 

Nanti pada saat kampanye, kita gunakan media daring, media sosial kita. Pemungutan suara juga kita gunakan. Kalau dulu kita pakai situng, itu sarana untuk mempublikasikan hasil penghitungan suara. Tapi, pemungutan suaranya tetap dilakukan secara manual.
Pertama, karena regulasinya masih mengatur pemungutan suara dilakukan secara manual. 

 

Kemudian, ini culture kita, justru pemungutan suara yang dilakukan manual, ini cermin pemilu yang paling transparan. Semua orang bisa melakukan sendiri, dia memilih siapa. Itu, kan keyakinan bahwa suara saya untuk si A atau B. Kemudian ketika surat suara dibuka dan dihitung, semua juga bisa menyaksikan. Kalau kita melakukan dengan mesin, sejak Anda datang, Anda harus percaya menyerahkan sepenuhnya bahwa pilihan Anda itu diproses oleh mesin. Klik, mesin yang bekerja. Menghitung, merekap.

Di beberapa negara, sebetulnya dikoreksi. Mereka bahkan yang dulu manual, kemudian elektronik, sekarang balik lagi ke manual.

Mahalnya ongkos politik seorang calon kepala daerah, akhirnya mengakibatkan pada tindak pidana korupsi ketika kepala daerah menjabat. Apa saja upaya KPU untuk mengurangi mahalnya ongkos politik seorang calon kepala daerah?

Biaya pemilihan kepala daerah yang besar disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, penyelenggaranya. Besar tidak yang dibutuhkan oleh penyelenggara. KPU berupaya menyelenggarakan pemilu dengan efektif dan efisien. Sebisa mungkin semua dibikin murah. Makanya pengadaan barang itu tidak mengambil proporsi yang besar dari struktur anggaran itu.
 

Proporsi yang besar untuk anggaran itu sebenarnya untuk honor petugas di lapangan. Itu mungkin sekitar 60-65 persen. Nah, pengadaan barang, kita melakukan melalui e-katalog. Jadi, kita upayakan menjadi murah.
 

Kemudian bagi peserta pemilu, undang-undang ini sebenarnya sudah mendesain supaya pemilunya murah. Kampanye mereka di media massa cetak dan elektronik itu dibiayai oleh negara. KPU memfasilitasi. Tapi, kan kadang-kadang mereka merasa kurang, sehingga mereka bikin iklan sendiri, pasang sendiri lagi. Itu jadi biaya mahal. 

 

Partai politik, menurut saya sekarang sudah mulai berbenah. Dulu kita sering mendengar, kalau mau dapat rekomendasi partai, bayar maharnya mahal. Tapi, sekarang, kan tidak. Sekarang semua partai sudah menginformasikan. Di partai kami tanpa biaya dan mahar. Saya pikir, kalau itu bisa dilakukan, biayanya tidak mahal.
 

Kemudian money politics. Dulu, regulasinya masih biasa-biasa. Sekarang hukumannya diperberat. Baik sanksi denda maupun kurungan.  Kemudian, yang menerima maupun memberi, semua ada sanksinya. Jadi, sebetulnya money politic sudah dipersempit lagi ruangnya. Proses-proses yang biasanya butuh biaya besar, ketika ruangnya sudah dipersempit, proses pelaksanaannya sudah makin efektif dan efisien, harusnya membuat biaya pemilu atau pemilihan kepala daerah jadi lebih murah.  Kalau lebih murah, pasti efeknya nanti korupsi bisa ditekan. Tapi, kalau mereka masih mengharapkan uang yang cukup besar, potensi terjadinya korupsi juga tinggi.

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa