Manipulasi Data, Guru Advent XV Ciracas Bongkar Praktek Curang Tunjangan Sertifikasi di Sekolahnya

Ferry Edyanto | Kamis, 18 April 2024 - 13:15 WIB
Manipulasi Data, Guru Advent XV Ciracas Bongkar Praktek Curang Tunjangan Sertifikasi di Sekolahnya
Perguruan Advent XV Ciracas, Jakarta Timur. Foto: (Istimewa/Meganews.id).
 
MEGANEWS.ID - Seorang guru tetap di Perguruan Advent XV Ciracas, Jakarta Timur; melaporkan terjadinya dugaan praktek curang pengelolaan dana tunjangan sertifikasi di sekolahnya ke Polres Jakarta Timur. Praktek curang itu dilakukan secara berkomplot, diduga melibatkan guru pengajar dan kepala sekolah.
 
JWM, guru yang melaporkan kasus itu, datang ke SPKT Polres Jakarta Timur ditemani BJP, suaminya pada Selasa (16/4/2024) sore. Laporannya diterima polisi dengan Nomor: LP/B/1139/IV/SPKT/Polres Metro Jakarta Timur/Polda Metro Jaya
 
Kepada awak media, JWM mengaku telah menjadi korban kecurangan yang dilakukan sejumlah oknum pihak sekolah yang diduga menggunakan dokumen palsu, sebagaimana diatur pasal 263 KUHP.
 
"Saya melapor ke polisi supaya kasus itu diusut, karena saya jadi korbannya," ujar JWM didampingi suaminya, BJP kepada awak media, Kamis (18/4/2024).
 
Dikatakan korban, peristiwa itu terbongkar setelah dia datang ke SUDIN PENDIDIKAN Jakarta Timur, untuk menanyakan persoalan dana tunjangan sertifikasi yang menjadi haknya. Pasalnya, sejak ia mengajar dari tahun 2016 hingga saat ini tidak pernah mendapat tunjangan sertifikasi yang menjadi haknya sebagai guru mata pelajaran Matematika.
 
"Pihak sekolah tidak pernah terbuka soal ini, makanya saya datang ke SUDIN PENDIDIKAN untuk menanyakan soal tunjangan sertifikasi itu," ujar JWM.
 
Di SUDIN PENDIDIKAN, JWM diterima staf admin Data Pokok Pendidikan (Dapodik) bernama Guntur. Korban menanyakan mengapa dirinya tidak pernah mendapatkan hak tunjangan sertifikasi guru dari pemerintah.
 
Padahal, sebagai guru mata bidang pelajaran Matematika, JWM selalu aktif mengajar di kelas 7.1 dan 7.2 dengan jam mengajar yang terpenuhi kuotanya sebagai penerima dana tunjangan sertifikasi guru.
 
Guntur pun membuka database Dapodik setelah adanya penjelasan JWM. Dari situlah awal mula terbongkarnya kecurangan ini.
 
Pada database Dapodik itu JWM tercatat mengajar bidang mata pelajaran IPA. Padahal JWM adalah guru bidang Matematika. "Database saya diduga telah dipalsukan oleh Wahyu petugas penginput data sekolah," bebernya kaget.
 
Dari situ, korban menghubungi Wahyu. Kepada korban, Wahyu mengaku hanya bertugas menjalankan perintah Ferina Sitanggang, kepala sekolah. 
 
Gilanya lagi, tunjangan sertifikasi yang harusnya menjadi hak korban diduga mengalir kepada Bremen Simson Pangaribuan dan kepada Libertina Irianti, dua guru yang tidak mengajar di rombongan kelas yang diajar pelapor.
 
"Pada Data Base SUDIN PENDIDIKAN, tercatat Simson Pangaribuan dan Libertina mengajar di kelas 7.1 dan kelas 7.2, padahal bidang matematika di kelas itu pengajarnya adalah saya," terang JWM.
 
Dijelaskannya untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi dari pemerintah, si pengajar harus mengajar mata pelajaran yang linier dengan pendidikannya. "Juga harus terpenuhi kuota jam mengajarnya," ucap JWM.
 
"Bagaimana tunjangan sertifikasi saya mau turun, kalau di data base yang tercantum tidak sama dengan mata pelajaran yang saya ajar. Saya guru matematika, tapi di data base tertulis IPA," terangnya.
 
Dikatakan korban, tunjangan sertifikasi guru besarannya Rp 4 juta/bulan. Korban yang mengajar sejak 2016 hingga 2024, mengaku tidak pernah satu kali pun menerima tunjangan sertifikasi yang menjadi haknya. 
 
Kecurangan ini sudah sempat disampaikan oleh suami korban kepada Pendeta Poltak Sihombing (mantan penasihat Yayasan Perguruan Advent XV Ciracas), yang saat ini menjadi Ketua GMAHK Konferens DKI Jakarta dan sekitarnya, yang merupakan Pimpinan Organisasi Gereja yang menaungi Yayasan Perguruan Advent XV Ciracas Jakarta Timur. 
 
Pendeta Poltak Sihombing sudah mengetahui akan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen, sebagaimana yang diatur pasal 263 KUHP, namun sampai saat ini pihak korban, dan keluarga sama sekali tidak mendapat perhatian dari beliau, selaku Pimpinan yang seharusnya memiliki tanggung jawab moril terhadap kasus yang sangat memalukan dalam dunia pendidikan dan lembaga keagamaan.
 
Karena perbuatan pasif Pimpinan dan merasa tertekan secara psikis, korban akhirnya ngedrop hingga akhirnya harus berobat ke dokter ahli kejiwaan. Setelah menjalani terapy dan pengobatan, perlahan kepercayaan dirinya mulai pulih sehingga kasus itu pun dilaporkan ke Polres Jakarta Timur.
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa