MEGANEWS.ID - Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dinilai selaras dengan nilai perjuangan kemanusiaan yang ia junjung tinggi. Salah satu kisah yang mencerminkan hal itu terjadi pada masa pelengserannya tahun 2001.
Putri sulungnya, Alissa Wahid, mengenang bagaimana sang ayah sempat bersikeras mempertahankan posisinya sebagai Presiden Keempat Republik Indonesia di tengah gelombang demonstrasi besar.
“Enggak bisa, Nak. Kita itu memperjuangkan konstitusi. Kebenaran itu enggak bisa di-voting,” kata Gus Dur kepada Alissa, seperti dikutip dari keterangan wartawan, Selasa (11/11/2025).
Gus Dur ketika itu memilih bertahan karena meyakini konstitusi harus dijaga, bukan dinegosiasikan. Ia tetap tenang meski mendengar suara orasi yang menuntutnya mundur bersahutan dengan doa istigasah pendukungnya.
Dari Istana, Gus Dur bahkan keluar hanya mengenakan kaus oblong dan celana pendek, melambaikan tangan ke arah wartawan, serta memberi semangat kepada para santri yang siap membelanya.
Namun, sikapnya berubah setelah para kiai memberi kabar bahwa ratusan ribu santri siap datang ke Jakarta untuk mempertahankannya. Ada sekitar 3.000 santri yang sudah berada di sekitar Istana, dan 300.000 lainnya disebut sedang menuju ibu kota.
Menyadari potensi konflik dan korban jiwa, Gus Dur memutuskan mengambil langkah yang bertolak belakang dengan ambisi kekuasaan.
Ia memanggil keluarganya dan meminta mereka bersiap meninggalkan Istana. Alissa sempat heran dan bertanya, “Kok berubah kenapa, Pak? Kan kemarin maunya mempertahankan ini (kekuasaan).”
Gus Dur menjawab tegas, “Wis, Nak. Ini santri banyak yang ke sini. Enggak ada jabatan yang layak dipertahankan dengan pertumpahan darah rakyat. Dah, kita keluar.”
Sikap itu memperlihatkan watak kemanusiaan Gus Dur yang menempatkan nyawa manusia di atas segala bentuk kekuasaan. Ia lebih memilih kehilangan jabatan presiden daripada harus melihat rakyatnya saling melukai atas namanya.
Kisah tersebut kini menjadi salah satu alasan utama mengapa Gus Dur dianggap layak menyandang gelar Pahlawan Nasional. Bukan karena jabatan yang pernah dipegangnya, melainkan karena keberpihakannya terhadap nilai kemanusiaan yang universal.
Gelar Pahlawan Nasional
Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 November 2025. “Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa," bunyi kutipan Keppres.
Penerima gelar pahlawan nasional 2025
Berikut ini 10 nama yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Prabowo:
● Abdurrahman Wahid, tokoh dari Jawa Timur
● Jenderal Besar TNI Soeharto, tokoh dari Jawa Tengah
● Marsinah, tokoh dari Jawa Timur
● Mochtar Kusumaatmaja, tokoh dari Jawa Barat
● Hajjah Rahma El Yunusiyyah, tokoh dari Sumatera Barat
● Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, tokoh dari Jawa Tengah
● Sultan Muhammad Salahuddin, tokoh dari NTB Syaikhona
● Muhammad Kholil, tokoh dari Jawa Timur
● Tuan Rondahaim Saragih, tokoh dari Sumatera Utara
● Zainal Abisin Syah, tokoh dari Maluku Utara.