Konspirasi Kejahatan di PT Jakarta Medika Banyak Mengalir ke Fikri Salim

Ferry Edyanto | Senin, 07 September 2020 - 17:45 WIB
Konspirasi Kejahatan di PT Jakarta Medika Banyak Mengalir ke Fikri Salim
Suasana persidangan virtual dengan terdakwa Fikri Salim dan Junaidi di PN Jakarta Pusat, Senin (7/9/2020). Foto: (Ferry Edyanto/Meganews.id).

 

MEGANEWS.ID - Persidangan kasus mark up harga penjualan tanah di Cisarua, Bogor, memasukan data palsu kedalam akta otentik, pemalsuan surat dan penggelapan dalam jabatan serta penipuan dengan terdakwa Junaidi dan Fikri Salim, Senin (7/9/2020) kembali digelar dengan menghadirkan empat saksi yakni, Prof DR Lucky Aziza Bawazier, Retno selaku Legal PT Jakarta Medika, notaris Arfiana Purbohadi dan karyawan notaris Heryanto.

Kepada Majelis Hakim, Prof. Dr. Lucky Aziza mengungkapkan Fikri Salim berkonspirasi dengan bagian keuangan perusahaan dengan cara membuka PT. Jakarta Medika dan cek bersama Junaidi. "Dia (Fikri Salim) menurut pengakuan Junaidi membuka PT yang sama (PT. Jakarta Medika). Yang mengoperasikan Fikri Salim dan Syamsudin, operatornya Junaidi," ucap Prof. Dr. Lucky Aziza.

Untuk memuluskan persekongkolan jahatnya, kata Lucky, tandatangan Warsono sebagai Direktur PT. Jakarta Medika dipalsukan. Pemalsuan tanda tangan Warsono diotaki oleh Fikri Salim dan Junaidi. "Atas perintah Fikri Salim dan Syamsudin, Junaidi memalsu untuk menutup (rekening). Begitu terbongkar pada September 2019, cepet-cepet rekeningnya ditutup," terang Prof. DR. Lucky Aziza.

Menurut Prof. Dr. Lucky Aziza, aliran dana uang hasil konspirasi kejahatan yang mereka lakukan lebih banyak mengalir masuk ke pribadi Fikri Salim. Adapun Syamsudin hanya menikmati sebesar Rp80 juta. "Waktu rekening ditutup dengan tanda tangan palsu Warsono, Rp313 juta diambil cash oleh Fikri Salim," ujarnya.

Warsono, diceritakan Prof. DR. Lucky Aziza adalah 'titipan' dari orang tua Prof. DR. Lucky Aziza yang diangkat sebagai Direktur PT Jakarta Medika. "Lucunya Fikri Salim dan Syamsudin ngotot dan menyebut PT Jakarta Medika yang dituduh palsu oleh Junaidi, disebut Warsono yang buka," ujar Prof DR. Lucky Aziza. 

Padahal, diakui Lucky Aziza, selama kurun waktu 2018-2020 Warsono selaku direktur PT Jakarta Media dan dirinya sebagai Owner tidak pernah digunakan ceknya. "Waktu nutupnya saya tahu persis tanda tangannya palsu karena sempet datang ke BNI diunjukin (adanya tanda tangan Warsono yang palsu)," tambah Lucky Aziza.

 

PENASEHAT HUKUM DITEGUR MAJELIS HAKIM

Sidang terpisah yang mengadili kedua terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, itu berubah menjadi memanas ketika Firdaus, SH penasihat hukum terdakwa Fikri Salim mencecar Prof. DR. Lucky Aziza dengan 'pertanyaan basi' jauh ke belakang saat membeli tanah di bagian yang dibeli dari Leonova Marlius yang harganya dimark up oleh Junaidi dan Fikri dari harga Rp1,1 juta menjadi Rp2 juta. 

"Loh kok ditanya yang pertama, Pak? Kan, jauh sebelumnya. Saya keberatan, Pak karena saya tidak mempelajari itu. Saya lupa," jawab Prof. DR. Lucky Aziza.

Prof. Dr. Lucky menyatakan kuasa hukum terdakwa Fikri Salim tidak menyimak apa yang diucapkan saksi. “Saya bukan tidak tahu, tapi dia yang tidak tahu,” Lucky menimpali Firdaus sambil menunjuk ke arah kuasa hukum terdakwa. 

Tapi, Firdaus terus nyerocos dan bertahan dengan argumentasi yang dilontarkannya sehingga hal itu membuat debat kusir dengan saksi Prof. DR Lucky Aziza. Saksi Prof. Dr Lucky Aziza memprotes karena pertanyaan kuasa hukum terdakwa Fikri Salim dinilai di luar konteks masalah yang tengah disidangkan. "Tolong pertanyaannya jangan diulang-ulang, Pak," hardik Ketua Majelis Hakim Tuti Haryati yang memimpin sidang memperingatkan Penasihat Hukum Firdaus.

Tuty Haryati, SH, MH dan dua hakim Yusuf Pranowo, SH, MH dan Bambang Nurcahyono, SH, M.Hum, terpaksa turun tangan dan meminta Firdaus tidak mengulang-ulang pertanyaan yang sudah disampaikannya. 

Dalam perkara ini, terdakwa Junaidi dan Fikri Salim dijerat Pasal 266 KUHP dan Pasal 263 KUHP dan Pasal 374 KUHP dan Pasal 378 KUHP sesuai Polisi Nomor: 7846/XII/2019/PMJ/Dit Reskrimum, tanggal 03 Desember 2019. 

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Guntur Adi N, SH bertanya apakah saksi kenal Junaidi, saksi mengatakan tidak kenal. Tadinya dia tahu Junaidi hanya mandor bangunan. “Saya punya ribuan karyawan jadi tidak mengenalnya satu persatu,” jawab Prof DR Lucky Aziza. 

“Taunya dia kerja untuk Fikri,” sambungnya.

Ketika disinggung soal niatan membeli tanah, Prof. Dr. Lucky Aziza mengatakan tanah yang depan di pinggir jalan juga dia beli sendiri. Tidak pernah beli melalui orang lain. Sementara untuk membeli tanah yang bagian belakang milik Leonova, Prof. Dr. Lucky Aziza mengaku tidak pernah memerintahkan Fikri untuk bernegosiasi dan hanya minta tolong minta nomor telepon dan sertipikat. 

"Tapi Fikri tidak memberikan nomor telepon. Fikri hanya menawarkan harga Rp1,1 juta per meter," ucapnya.

Karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya selama dua tahun terakhir, Prof. DR. Lucky Aziza mengutus Retno mewakilinya sebaga owner. Perikatan jual belinya kemudian dibuat oleh Notaris Arfiana. Prof. DR. Lucky Aziza mengatakan tidak melakukan tanda tangan jual beli tersebut, tetapi diwakili Retno sebagai owner dan belakangan baru ditandatangani oleh saksi Prof. DR. Lucky Aziza sendiri.

Kasus itu sendiri terbongkar, kata Prof. DR. Lucky Aziza setelah dilakukan audit internal.

Dalam persidangan terungkap kalau pembayaran dilakukan pada September 2018 atas usulan Syamsudin, Direktur Keuangan PT Jakarta Medika. Prof. DR. Lucky Aziza mengaku tidak mengecek lagi tetapi hanya menandatangani cek. Hal itu lantaran Prof. DR. Lucky Aziza sudah percaya pada Syamsudin yang telah bekerja kepadanya puluhan tahun. 

Kasusnya baru belakangan diketahui karena nama pembawa cek tidak dicoret. “Saya tanya ke Syamsudin mengapa nama pembawa tidak dicoret, Syamsudin mengatakan nanti tidak cair,” katanya.

Nama pembawa cek adalah Junaidi sehingga dia bisa mencairkan cek yang diberikan atas nama Leonova tersebut.

Cek yang tiga kali dikeluarkan tersebut untuk Perikatan yang ada di meja Prof. Dr. Lucky Azizq yang harganya Rp2 juta sehingga harga obyek tanah Sertipikat Hak Milik No. 525/Cisarua tersebut menjadi Rp1.440.000.000.

Padahal berdasarkan akta pengikatan untuk jual beli yang dibuat oleh notaris Arfiana Purbohadi, SH yang belum ada nomor dan yang sudah ditandatangani oleh para pihak penjual dan saksi-saksi, harga obyek tanah Sertipikat Hak Milik No. 525/Cisarua tersebut sepakat Rp1,1 juta per meter dan harga keseluruhan sebesar Rp792.000.000.

Perikatan yang sudah disulap menjadi Rp2juta per meter, pembayarannya dilakukan tiga kali, yakni;

1. Cek BNI Nomor CE 424659 atas nama DR. Lucky Aziza Bawazir senilai Rp500.000.000 pada 13 September 2018.

2. Cek BNI Nomor CG 110122 atas nama Dr. Lucky Aziza Bawazir senilai Rp440.000.000 tertanggal 12 Desember 2018.

3. Cek BNI Nomor CG 313738 atas nama DR. Lucky Aziza Bawazir senilai Rp500.000.000 tertanggal 06 Maret 2019.

Setelah Prof. DR. Lucky (PT. Jakarta Medika) melakukan pembayaran lunas tanah Sertipikat Hak Milik No. 525/Cisarua atas nama Lionova Marlius tersebut, kemudian dibuatkan Akta Jual Beli No. 444/2018 tanggal 11 Desember 2018 yang dibuat berhadapan dengan PPAT Arfina Purbohadi, SH, tetapi sampai dengan saat ini Prof. Lucky (PT. Jakarta Medika) belum menerima sertifikat atas nama Prof. Lucky dan Salinan Akta Jual Belinya, walaupun sudah lunas sejak Maret 2019.

Sementara saksi Retno mengatakan menyerahkan kepada Dr. Lucky perikatan yang nilainya Rp1,1 juta. Begitu juga saksi Arfiana tidak mengetahui adanya perikatan yang Rp2juta. Dia hanya mengetahui perikatan yang diketik oleh Heryanto yang nilainya Rp1,1 juta.

Heryanto juga mengaku hanya mengetik perikatan yang Rp1,1 juta dan tidak pernah diserahkan kepada siapapun.

Sebelumnya, terdakwa Junaidi dalam agenda pemeriksaan mengaku mengetik ulang akta pengikatan untuk jual beli yang dibuat oleh Notaris Arfiana PurbohadI, SH yang belum ada nomor dan yang sudah ditandatangani oleh oleh para pihak penjual dan saksi-saksi, harga obyek tanah Sertipikat Hak Milik No. 525/Cisarua tersebut sepakat Rp1,1 juta per meter sehingga harga keseluruhan sebesar Rp792.000.000. Tetapi draft PUJB tersebut diganti atau diketik ulang oleh Junaidi atas perintah Fikri Salim menjadi harga Rp2 juta per meter, sehingga totalnya sebesar Rp1.440.000.000.

Harga inilah yang dibayar oleh DR. Lucky melalui tiga cek tersebut di atas.

Oleh Junaidi ketiga cek tersebut dicairkan atas perintah Fikri Salim tanpa sepengetahuan Prof. Lucky (PT. Jakarta Medika), lalu di transfer ke penjual sebagian, ke atas nama anak penjual.

Tanggal 14 September 2018, setor tunai ke rekening BNI nomor: 43487062 atas nama cut Safira Zulva, sebesar Rp292.000.000

Tanggal 11 Desember 2018, ditransfer ke rekening BNI nomor: 43487062 atas nama Vut Safira Zulva, sebesar Rp100.000.0003.

Tanggal 11 Januari 2019, setor tunai ke rekening BNI nomor: 43487062 atas nama Cut Safira Zulva, sebesar Rp417.000.000

Tanggal 14 Maret 2019, tunai dengan kwitansi yang ditanda tangani Cut Safira Zulva dan Cut Nadila, sebesar Rp140.000.000.

Total yang ditransfer atas nama penjual bukan Rp792.000.000 tetapi sebesar Rp809.000.000. Ada kelebihan Rp17.000.000.

Dari penjara di Pondok Rajek, Bogor, terdakwa Junaidi mengaku menyesal melakukan perbuatan tersebut dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Sidang terdakwa Fikri dan Junaidi akan dilanjutkan Senin (14/9/200) depan. Dipersidangan pekan depan terdakwa Junaidi akan mendengar tuntutan jaksa. 

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa