MEGANEWS.ID - Advokat Natalia Rusli didampingi Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) Aldwin Rahadian mendatangi Komisi Kejaksaan untuk mengadukan perihal dugaan kriminalisasi yang dialaminya dalam menjalankan tugas profesinya.
Natalia Rusli ditetapkan sebagai tersangka atas LP/B/3677/VII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 30 Juli 2021 dengan Pelapor Verawati Sanjaya. Natalia dipersangkaan dengan pasal 372 , 378 KUHP oleh Unit Harda Polres Jakarta Barat.
Natalia Rusli bersama rombongan tiba di Kantor Komisi Kejaksaan sekitar pukul 13.30 Wib, diterima oleh Ihsan Sadiki, staf penelaah Komisi Kejaksaan.
"Kami dari DPP Kongres KAI sebagai Vice President yang membidangi pembelaan anggota, advokasi juga HAM menerima aduan dari anggota advokat Natalia Rusli," ujar Aldwin Rahadian, Vice President Bidang Pembelaan Anggota, Bantuan Hukum dan HAM Kongres Advokat Indonesia (KAI) kepada awak media, Rabu (19/10/2022).
Aldwin menyatakan setelah mendapat aduan Natalia Rusli pihaknya mempelajari laporan dan ditemukan adanya indikasi tindakan kriminalisasi terhadap advokat Natalia Rusli. "Ada indikasi itu. Karena ini menyangkut hubungan klien dengan advokatnya, tentunya lebih dahulu dilakukan proses etik sebelum penyelidikan dan penyidikan," katanya.
Menurutnya saat ini advokat Natalia Rusli sudah pada proses akan dilimpahkan di Kejari Jakarta Barat.
Aldwin meminta semestinya ada tindakan yang profesional, termasuk pengawasan yang intensif terhadap case tersebut. "Jangan sampai ini malah tindakan kontra produktif atau tindakan tidak profesional dilakukan oleh oknum aparat Kejaksaan," tegasnya.
Oleh karena itu, Aldwin berharap laporannya segera ditindaklanjuti karena ini terkait profesi advokat "Ini bukan hanya soal Natalia Rusli pribadi, tapi representasi advokat yang harus clear, karena menyangkut sesama aparat penegak hukum," ucapnya.
Dikatakan Aldwin, segala sesuatu mengenai etik dan lain sebagainya mestinya terlebih dahulu dilakukan oleh organisasi advokat.
"Semestinya ke organiusasi advokay terlebih dahulu karena menyangkut hubungan klien dan advokat, klien dan kuasa hukumnya mengenai soal fee janji tentu ada di undang-undang advokat Nomor 18 tahun 2003 di pasal 5," urainya.
Pasalnya, disebutkan Aldwin, advokat dalam menjalankan fungsinya dilindung hak imunitas advokat. "Sebagai kuasa hukum pada klien dia tidak indentik dengan klien dan harus dilindungi secara hukum, baik di luar ataupun di dalam pengadilan," jelasnya.
Dengan demikian, dipaparkan Aldwin, advokat dalam menangani perkara dan kemudian ada aduan harus terlebih dulu diperiksa kode etiknya, diundang organisasi advokatnya terlebih dahulu. "Jadi tidak bisa main asal periksa," katanya.
Dalam konteks itulah, kata Aldwin, pihaknya mengadukan adanya indikasi kriminalisasi dan meminta Komisi Kejaksaan untuk membantu perkara ini. "Artinya ada indikasi ketidakprofesionalan perkara yang dipaksakan, yang tidak semestinya masuk pada ranah penyidikan," ucapnya.
Advokat dalam menjalankan pekerjaan, kata Aldwin dilindungi oleh undang-undang advokat, baik didalam maupun diluar pengadilan.
"Menyangkut proses tersebut semestinya dikembalikan dulu agar dilakukan proses etik di organisasi advokat, jadi tidak layak untuk pelimpahan berkas ataupun P21," terangnya.
Apalagi, sambungnya, dalam perkara ini telah dilakukan beberapa gelar, termasuk di Mabes Polri, yang menyatakan bahwa perkara ini tidak cukup untuk berproses lanjut dan sangat prematur
"Jadi jelas di kepolisian kan sudah ada gelar yang menyatakan bahwa ini tidak cukup dan tidak lengkap untuk dilanjutkan proses berikutnya," kata Aldwin.
Ditempat yang sama, Iksan Sidik, Staf Penelaah Komisi Kejaksaan, menyebut pihaknya akan melakukan penelaahan terlebih dahulu. "Kami dari Komisi Kejakaaan sesuai pasal 3, akan lakukan penelaahan terlebih dulu," ujar Ikhsan .
Terkait adanya indikasi kriminalisasi yang disampaikan KAI, pihaknya akan berkoordinasi dengan komisioner. "Kita akan melakuan langkah-langkah apa yang kemudian bisa dilakukan terkait dengan laporan ini. Dan juga mungkin terhadap salah satu yang tadi ada jaksa terlapor di dalamnya," ujarnya.
Ikhsan menyatakan akan mempelajari yang disampaikan ke komisioner dalam rentang waktu 7 sampai 14 hari
Dari situ, selanjutnya Komisi Kejaksaan akan memanggil para pihak. "Setelah kita telaah apakah ada indikasi pelanggaran etik atau ada indikasi pelanggaran kinerja, baru kemudian Komisi Kejaksaan memanggil ibu Natalia atau mungkin dari pihak KAI selaku organisasi induk advokat untuk dilakukan audiensi agar bisa memenuhi harapan dari pelapor terkait dengan laporan pengaduan ini," ujar Ikhsan.
Dalam kesempatan tersebut, Natalia Rusli berharap Komisi Kejaksaan bisa bersikap netral dan tegak lurus dalam menyikapi suatu perkara. "Apalagi kami bisa buktikan perkara ini seperti dipaksakan," tegasnya.
Natalia menyebutkan sebagai advokat dirinya sudah menjalankan profesinya dengan baik dan menyelesaikan proses hukum dengan itikad baik. Hal itu dibuktikan dengan dengan hasil gelar di Itwasda Polda Polda Metro dan rekomendasi di Mabes Polri. Termasuk dihadirkannya saksi ahli pidana, yang menyatakan bahwa advokat Natalia Rusli telah menyelesaikan pekerjaannya dengan itikad baik sampai selesai. "Udah saya kerjakan dan kinerja saya, semua tuduhan ini adalah kriminalisasi atas profesi saya sebagai advokat," tegasnya.
Pelanggaran hak imunitas advokat yang dialami oleh Natalia Rusli, berawal dari adanya LP/B/3677/VII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 30 Juli 2021
dengan pelapor Verawati Sanjaya dengan persangkaan pasal 372 , 378 KUHP yang ditangani Polres Jakarta Barat.
Natalia yang.diangkat sebagai advokat pada 27 Februari 2020 mendapat kuasa khusus dari Verawati Sanjaya untuk membuat laporan polisi di Polda Metro Jaya terkait dugaan perbuatan tindak pidana sebagaimana pasal 372,378 KUHP, TTPU Pasal 3,4,5 dan TIPIBANK yang diduga dilakukan oleh Indosurya dalam kasus Simpan Pinjam dengan senilai Rp 1.000.000.000.
Pada 30 Juni 2020 Verawati Sanjaya melakukan pembayaran operasional fee sebesar Rp 45.000.000. Pada 30 Juni 2020, Tim Master Trust Law Firm yang didirikanya itu telah mengirimkan dokumen yang diminta oleh pihak kuasa hukum Indosurya untuk pengecekan data nasabah yang rencananya akan dilakukan pembayaran ke Kantor Juniver Girsang & Partner.
Selanjutnya pada 16 Juli 2020, Verawati Sanjaya dimintai keterangan di Mabes Polri terkait LP berdasarkan SK yang diberikan oleh Verawati Sanjaya ke Kantor Hukum Master Trust Lawfirm.
Entah bagaimana, dalam perjalanan berikutnya, pada 30 Juli 2021 Verawati Sanjaya membuat Laporan Polisi No. LP/B/3677/VII/2021/SPKT/PMJ dengan dugaan pasal 378 dan 372 KUHP dengan terlapor Natalia Rusli.
Pihak Polres Jakbar kemudian mengirimkan pemberitahuan dimulainya penyidikan yang ditujukan kepada Natalia Rusli. Polres Jakbar langsung menaikan kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan tanpa adanya undangan klarifikasi atau interogerasi terlebih dahulu kepada Natalia Rusli di tahap Penyelidikan.
Dalam perkembangannya, Natalia Rusli mengaku mendapat info dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, bahwa terkait penanganan kasus yang dialaminya ada fakta sudah ketiga kali berkas perkaranya dipulangkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat ke Polres Metro Jakarta Barat (P-19 ketiga kali).
"Sesuai pasal 109 ayat 2 KUHAP, isinya menyatakan “dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau dengan kata lain penyidikannya harus dihentikan demi hukum," tegas Natalia Rusli.