MEGANEWS ID - Advokat sekaligus pendiri Master Trust Law Firm, Natalia Rusli mengaku dikriminalisasi. Dia membeberkan sejumlah kejanggalan terkait dengan penetapan status tersangka dan daftar pencarian orang (DPO) yang menjeratnya di kasus dugaan pidana penipuan dan penggelapan di Polres Jakarta Barat.
Natalia menyebut penetapan tersangka dirinya kental dengan nuansa kriminalisasi dan cenderung dipaksakan. Alasannya, hubungan klien dan advokat terkait fee atau janji diatur dalam UU Advokat Nomor 18 tahun 2003 dan Kode Etik Advokat.
"Ada banyak hal dan kejanggalan terkait status tersangka dan DPO saya. Dan yang perlu diketahui, perkara hubungan kuasa hukum dan klien itu ranahnya perdata, bukan pidana," ujar Natalia Rusli dalam siaran rilisnya kepada awak media, Jumat (9/12/2022).
Lantaran dinilai ada yang janggal, Natalia mengaku tengah berjuang untuk menguji keabsahan status tersangka itu lewat jalur praperadilan.
Di tengah upaya praperadilan yang akan dilakukannya, Natalia mengaku heran sekaligus kaget. Pasalnya ia dimasukan dalam Daftar Percarian Orang (DPO) Nomor DPO/132/XII/2022/Res Jb.
"Jujur saya kaget. Ada kesan memaksakan dan ada upaya mengkriminalisasi saya sebagai advokat. Saat saya mau melakukan praperadilan, pihak Polres Jakbar mengeluarkan DPO sehingga upaya hukum praperadilan yang akan saya jalankan otomatis jadi gugur," katanya.
Karena itu dia menilai ada potensi kriminalisasi atas laporan penggelapan uang klien Rp15 juta. Padahal, katanya uang itu merupakan fee jasa dirinya sebagai advokat.
"Saya mau ungkap memang ada upaya kriminalisasi dan pemerasan di balik kasus saya yang ditangani oleh Polres Jakbar," beber Natalia Rusli.
Dugaan kriminalisasi.kasus yang menimpa dirinya, lanjut Natalia juga pernah dilaporkan ke Itwasda Polda Metro Jaya dan Karowassidik Bareskrim Polri.
"Pertama, saya melaporkan kasus ini ke Itwasda Polda Metro Jaya, hasil gelar menyatakan bahwa kasus ini bukan tindakan pidana.”
“Yang kedua, saya membuat laporan ke Karowasisdik, dan hasil gelar menyatakan juga bahwa kasus ini tidak terdapat tindak pidana," kata Natalia Rusli.
Polres Jakarta Barat 'Kangkangi' Aturan Main
Dari dua alasan itu, Natalia menduga ada 'kepentingan lain' sehingga pihak Polres tidak mentaati aturan main atau rekomendasi yang sudah dikeluarkan Kepolisian di atasnya, yang menjadi play of the game pada kasus yang dialaminya.
Polres Jakarta Barat dituding tidak mengikuti dua keputusan rekomendasi Itwasda dan Karowassidik. “Polres Jakarta Barat tidak mengikuti hasil rekomendasi Itwasda dan Karowassidik, dua-duanya menyatakan tidak ada tindakan pidana dalam kasus ini.”
“Sehingga terkesan memaksakan dan ada upaya mengkriminalisasi saya sebagai advokat," ungkap Natalia Rusdi.
Adapun terkait uang Rp15 juta yang dituduhkan digelapkan kepadanya, Natalia menyebut bahwa itu merupakan fee jasanya sebagai advokat.
Hal itu, katanya diatur UU Advokat Nomor 18 tahun 2003 dan Kode Etik Advokat. "Pada Pasal 21 ayat (1) UU itu menerangkan advokat berhak terima honorarium atas jasa hukum diberikan klien," tukasnya.
Dia juga menegaskan bahwa advokat dalam menjalankan pekerjaanya memilikii hak imunitas, sebagaimana diatur di dalam Pasal 16 UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003, jo putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 26-PUU-XI/2013.
Ada Upaya Pemerasan
Di balik kasus yang menderanya, Natalia menyebut bahwa antara dirinya dengan pelapor,, sebelumnya sempat ingin melakukan damai atau rujuk. Tapi, katanya hal itu batal dilakuka lantaran pelapor disebutkanbmeminta sejumlah uang yang nilainya tidak masuk akal.
"Awalnya pihak pelapor menyatakan ingin melakukan rujuk, namun setelah ada perwakilan saya yang menemui pihak pelapor, ternyata saya diminta untuk membayar Rp 6 miliar dengan alasan karena sudah banyak operasional pelapor untuk menjalankan laporan polisi menjadikan saya sebagai tersangka," Natalia membeberkan.
Dalam kasus ini, Natalia Rusli ditetapkan sebagai tersangka berdasar laporan yang teregistrasi di nomor LP/B/3677/VII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA. pada tanggal 30 Juli 2021.
Natalia Rusli dituduh lakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan oleh Unit Harda Polres Jakarta Barat.